Senator RI Asal Sulsel: Jenderal Sempat Dilarang, Indonesia Belum Berwibawa di Hadapan Amerika
eski masalah ini kemudian selesai dan Dubes AS menyampaikan permohonan maaf, namun Iqbal menyebut pemerintah RI perlu evaluasi hubungan diplomatiknya
Penulis: Abdul Azis | Editor: Mansur AM
TRIBUN-TIMUR.COM - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Iqbal Parewangi, ikut bereaksi atas insiden larangan masuk ke Amerika Serikat kepada Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo.
Meski masalah ini kemudian selesai dan Dubes AS menyampaikan permohonan maaf, namun Iqbal menyebut pemerintah RI perlu evaluasi hubungan diplomatiknya dengan Amerika Serikat.

Baca: Postingan Artis Ini Heboh, Ungkap Pekerja Tiongkok Serbu Pulau Sulawesi. Ada Videonya Loh
Baca: Lowongan Kerja - BUMN Ini Cari Karyawan Lulusan S1 Semua Jurusan. Cek Selengkapnya
"Artinya Indonesia di mata Amerika Serikat belum berwibawa," kata Iqbal, Selasa (24/10/2017).
Berikut rilis tertulis Iqbal mengenai insiden tersebut:
PEMERINTAH INDONESIA PERLU TINGKATKAN KEWIBAWAAN INTERNASIONALNYA
---Berkaca pada Preseden Buruk Pelarangan Panglima TNI Masuk Amerika Serikat---
AM Iqbal Parewangi
(Anggota DPD RI - MPR RI)
Pencabutan larangan memasuki wilayah Amerika Serikat terhadap Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, berikut permohonan maaf Pemerintah AS dan pengakuannya bahwa pelarangan itu menyebabkan ketidaknyamanan hubungan Indonesia-AS, sesungguhnya itu saja TIDAK cukup.
Jauh lebih penting dari itu, menyingkap apa latar belakang serta maksud dan tujuan munculnya kebijakan pelarangan tersebut. Itu harus clear. Patut disadari bahwa pelarangan itu bukan cuma insiden buruk, itu preseden buruk.
Betapapun, sulit dihindari sebentuk runutan logis dari pelarangan tersebut : di situ ada pelecehan, dan itu menohok simbol kekuatan pertahanan negara, menyayat kewibawaan internasional pemerintah Indonesia, menyinggung martabat bangsa Indonesia di mata masyarakat dunia dan masyarakat kita sendiri, dan seterusnya.....
*
Jika pelarangan itu atas diri pribadi Jenderal Gatot Nurmantyo, kita bisa sebut insiden buruk. Tapi tidak begitu. Pelarangan itu atas Panglima TNI bernama Jenderal Gatot Nurmantyo, yang akan memenuhi undangan resmi Panglima Angkatan Bersenjata AS Jenderal Joseph F Dunford untuk acara Chiefs of Defense Conference on Countering Violent Extremist Organization di Washington DC.
Maka pelarangan itu tidak sepantasnya dianggap cuma insiden buruk, tetapi preseden buruk. Buruk bagi martabat Indonesia di mata AS dan dunia internasional. Juga buruk bagi pandangan bangsa Indonesia atas martabat dirinya sendiri. Ringkasnya, preseden itu buruk bagi Indonesia secara eksternal maupun internal.
Betapapun, TNI merupakan kekuatan utama pertahanan bangsa dan negara Indonesia. Di situ ada martabat Indonesia di mata internasional dan juga di mata kita sendiri sebagai bangsa berdaulat. Dan Panglima TNI merupakan simbol kekuatan tersebut.
Pelarangan memasuki wilayah AS terhadap Panglima TNI, yang justru mendapat undangan resmi dari negeri itu sendiri, dapat bermakna pelecehan terhadap kekuatan sekaligus martabat bangsa dan negara Indonesia. Apalagi jika tanpa penjelasan tuntas dan resmi dari pemerintah AS.
*
Indonesia negara besar, setidaknya secara geografis, demografis dan sumber daya alam. Dan untuk itu pulalah perlu terjaga martabat TNI sebagai kekuatan utama pertahanan. Untuk menjaga Indonesia besar ini. Kalau TNI sudah dengan mudah dilecehkan, taruhannya adalah martabat sekaligus keutuhan NKRI.
Saya tidak ingin berlebihan memaknai pelarangan atas Panglima TNI untuk memasuki wilayah AS itu. Hanya saja preseden buruk itu memang bermakna Indonesia harus waspada secara seksama. Termasuk mewaspadai apa yang tengah mereka takar dan taksir pada Indonesia kita yang dikenal kaya sumber daya ini. Betapapun, tidak ada yang mustahil dalam percaturan global kini. AS sendiri mengajarkan pentingnya kewaspadaan itu, termasuk dengan invasi dan okupasi AS di Irak dan sejumlah negeri di Jazirah Islam.
Sebagai negara besar, tidak sepatutnya ada negara di dunia ini yg melecehkan martabat Indonesia, termasuk AS. AS boleh merasa adikuasa, tapi Indonesia punya martabat dan juga kekuatannya sendiri.
Meski secara ekonomi, politik, dan sejumlah kekuatan strategis lainnya, Indonesia masih digolongkan negara terbelakang, namun Indonesia tidak kecil. Secara geografis, demografis dan sumber daya alam, Indonesia besar. Terdiri dari 17 ribu lebih pulau, Indonesia membentang di hampir separoh wilayah Asean. Waktu tempuh untuk terbang dari Aceh hingga Papua, sama dengan waktu penerbangan melintasi 17 negara di Eropa. Secara demografis, penduduk Indonesia 40 persen lebih dari populasi Asean. PDB Indonesia sepertiga dari total PDB Asean.
*
Berdasar uraian di atas, maka terhadap preseden buruk dalam dinamika hubungan internasional, termasuk akibat dari kebijakan larangan memasuki wilayah AS terhadap Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, saya berpandangan :
1. Pemerintah Indonesia perlu meminta penjelasan tuntas dari Pemerintah AS terkait latar belakang serta maksud dan tujuan kebijakan pelarangan tersebut. Betapapun, dalam kerangka etika hubungan internasional, kebijakan pelarangan itu juga melecehkan AS sendiri. Itu menyalahi azas kepatutan. Bukan saja kurang etis, itu sangat tidak etis!
2. Pemerintah Indonesia perlu mengambil sikap jelas terkait latar belakang serta maksud dan tujuan kebijakan pelarangan tersebut.
3. Pemerintah Indonesia perlu menjaga dan meningkatkan kewibawaan internasionalnya, serta menjaga kekuatan dan martabat Indonesia sebagai bangsa dan negara besar dan berdaulat.
4. Pemerintah Indonesia perlu bersikap tegas untuk tidak membiarkan negara lain melecehkan kekuatan dan martabat Indonesia, termasuk terhadap Panglima TNI. Pelecehan memiliki daya afirmasi yang sangat buruk, sedemikian hingga dapat membuat anak bangsa merasa leceh dan receh.
23.10.2017 malam
Salam takzim, SIP