38 Penyuluh BBPP Batangkaluku Diklat di Lassa-lassa Gowa, Ini yang Dilakukan
Diikuti penyuluh dari berbagai daerah Sulsel, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Papua hingga Merauke
Penulis: Waode Nurmin | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur Wa Ode Nurmin
TRIBUN-TIMUR.COM, SUNGGUMINASA- 38 penyuluh dari Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku Gowa mengikuti pendidikan dan pelatihan (Diklat) dasar fungsional penyuluh pertanian terampil (Kerjasama) di Desa Lassa-lassa, Kecamatan Bontolempangan, Gowa.
Pelatihan yang diikuti penyuluh dari berbagai daerah Sulsel, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Papua hingga Merauke ini digelar selama empat hari di Desa Lassa-lassa dan 21 hari di BBPP Batangkaluku.
Ketua Tim Pemandu Lapang, Lukman, mengatakan diklat ini merupakan bagian dari praktik kompetensi penyuluh.
"Tugas mereka disini yakni mencari kendala para petani dilapangan dan kemudian mencarikan solusinya. Dimulai dari mengidentifikasi pengenalan wilayah dimana penting karena berkaitan dengan spesifik lokasi. Mengenali hambatan bagi petani dan membuatkan perencanaan penyuluhan," katanya saat ditemui bersama para penyuluh di Kantor Desa Lassa-lassa, Jumat (13/10/2017).
Selama praktik, penyuluh ini dibagi menjadi beberapa kelompok yang kemudian masing-masing mencari kendala dan hambatan tentang apa yang harus diprioritaskan.
Kepala Desa Lassa-lassa, Awaluddin Hamzah menyambut baik praktek yang dilakukan para penyuluh dari BBPP Batangkaluku tersebut.
Menurutnya daerah yang berada pada ketinggian 680 Mdpl ini sangat kekurangan penyuluh meski tanahnya dikatakan memiliki banyak potensi untum tanaman perkebunan.
"Dengan penyuluhan ini bisa menambah ilmu petani kita. Disini 99 persen mata pencaharian warga adalah petani. Jadi sangat cocok jika praktek pelatihan pertanian dilakukan disini," ujanya.
"Kendala kami adalah keterbatasaan tenaga penyuluh. Cuman empat dan itu harus melayani delapan desa. Tentu ini sangat menyusahkan,"
Disisi lain, tingkat pendidikan warga yang rendah membuat sebagian dari mereka masih menggunakan sistem penanaman yang turun temurun dari orangtuanya.
"Disini petaninya kalau sudah diajari mau ji na ikuti cara penyuluh, tapi kalau penyuluhnya sudah pulang kembali lagi kerja legowo, menanam secara asal. Pemupukan tidak berimbang. Padahal potensi lahan disini banyak termasuk ternak. Butuh memang selalu penyuluh supaya pola pikir masyarakat bisa berubah," ujarnya. (*)