Obat PCC
Pemkot Makassar Libatkan RT dan RW Berantas Peredaran Pil PCC
Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal mengatakan pihaknya tidak berhenti memburu oknum yang ingin menyebarkan 'Pil Zombie' ini.
Penulis: Saldy Irawan | Editor: Ardy Muchlis
Laporan wartawan TRIBUN-TIMUR, Saldy
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kota Makassar dihebohkan dengan obat PCC (paracetamol, caffein, dan carisoprodol).
Obat yang mengandung bahan kimia keras ini heboh pasca di konsumsi oleh pemuda di Kendari, Sulawesi Tenggara yang membuat pemuda itu meninggal dunia.
Setelah di telusuri oleh aparat kepolisian, rupanya obat tersebut juga banyak beredar di Makassar.
Mendengar kabar itu, Pemerintah Kota Makassar langsung mengadakan rapat tertutup dan dilanjutkan dengan penelusuran lapangan.
Alhasil para petugas menemukan obat PCC di sebuah apotek yang menyimpan sampai 29 ribu butir obat PCC dan sejenisnya.
Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal mengatakan pihaknya tidak berhenti memburu oknum yang ingin menyebarkan 'Pil Zombie' ini.
Bagaimana tidak, jika obat ini kata Deng Ical sapaan Wawali Makassar beredar atau di konsumsi oleh anak-anak bisa berakibat fatal.
"Ini obat keras harus pakai resep dokter, jika disalahgunakan bisa berakibat fatal, salah satunya bisa membuat orang berhalusinasi," katanya.
Lanjut Deng Ical, akan melibatkan RT RW, dan para pemuda untuk mencegah peredaran atau keberadaan obat tersebut.
Karena obat ini dinilai membahayakan, Pemkot Makassar menyatakan perang untuk itu.
Sebagai bentuk penegasan, Pemkot Makassar akan mencabut izin apotik yang coba menjual obat itu
Di ungkapkan Deng Ical, obat PCC yang sudah masuk Makassar ini di produksi di Pulau Jawa.
Di Makassar sendiri itu hanya sekedar transit. "Jadi ini bukan kota tujuan, yang dikhawatirkan jika ada oknum yang sengaja mengedarnya disini," Deng Ical menambahkan.
Tak hanya di pelabuhan, keamanan bandara juga akan diperketat.
Salah satu pengedar obat ini yang berada di Kendari telah di penjarakan oleh pihak Kepolisian.
Pelakunya ST, ia memasarkan obat-obat itu secara eceran. Ia mengaku tidak menawarkan obat itu ke pembeli, tetapi pembeli tahu dari mulut ke mulut.
"Orang datang ke rumah untuk beli. Dia tahu tempat saya menjual, tapi saya tidak mengantar (obatnya)," ujarnya.
Mengenai sejumlah pelajar yang menjadi korban penggunaan obat tersebut, ST mengatakan tidak tahu. Ia mengatakan, saat itu ia tidak sedang menjual obatnya dan sedang berada di sebuah hotel bersama anaknya.
"Saya sangat menyesal karena saya juga korbanny. Pada saat kosong barangnya, saya juga konsumsi barang itu dan saya juga keracunan sampai dengan saat ini," kata ST.
Hingga kini polisi telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam Unit Gawat Darurat (UGD) rumah sakit tersebut. Sebagian korban masih remaja dan anak-anak. Seorang korban yang masih duduk di kelas VI SD meninggal dunia setelah mengonsumsi obat tersebut
Hingga kini polisi telah menetapkan sembilan orang tersangka dalam kasus ini. (Sal)