Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tiba-tiba Tere Liye Umumkan Berhenti Menulis Buku Lalu Ungkap 10 Fakta Pahitnya Jadi Penulis

Tak hanya berhenti menulis buku, Tere Liye juga ungkap 10 alasan mengapa tak usah jadi penulis di negeri ini

Editor: Ilham Arsyam
Darwis Tere Liye 

Saya selalu percaya, selalu ada jalan keluarnya. Mungkin tidak ada solusinya di pajak sana--karena boleh jadi mereka tidak paham buku adalah kunci peradaban, mereka tetap akan mengotot penulis harus bayar pajak lebih tinggi dibanding artis, dkk; tapi selalu ada jalan keluar bagi saya untuk terus menulis, dan pembaca terus bisa menikmatinya. Kecuali jika besok lusa, bahkan menulis di page facebook inipun juga kena pajak :)
Demikianlah. Salam literasi.
*Tere Liye

**ilustrasi di atas adalah penyederhanaan, karena PTKP, tanggungan, biaya jabatan maksimal, donasi wajib agama, dll bervariasi setiap orang, tapi kalaupun dimasukkan semuanya secara akurat, substansinya akan sama dengan ilustrasi.

Tak berhenti sampai disitu Tere Liye juga membuat pernyataan mengejutkan dengan menyarakan kepada followrersnya untuk tak usah bercita-cita jadi penulis.

Ia mengungkapkan 10 alasan.

Kenapa kalian tidak usah jadi penulis? Berikut daftar alasannya:

1. Dari 10 buku yang beredar di toko2 buku, hanya 1 yang lolos cetak ulang berikutnya. Sisanya gagal total, cetakan 1 saja tidak habis (padahal ada yg cuma cetak 1.000) ditarik lagi, masuk gudang, dijual kiloan sebagai buku loak. Dari 20 buku, hanya 1 yang bertahan laku selama setahun. Sisanya gagal.

2. Dari 40 penulis buku, hanya 1 yang 10 tahun kemudian tetap menulis. Sisanya dilupakan. Rata2 penulis hidup biasa saja di usia pensiunnya (utk tidak bilang miskin).

3. Jika kalian diundang dalam sebuah acara, sewa sound system acara itu 5 juta, sewa tenda 10 juta, maka honor penulis yg diundang, jangan kaget kalau cuma ditawar Rp 200.000 saja. Saya bergurau? Tidak. Ada penulis yg hadir di sebuah kampus, nyaris 1.000 peserta acaranya, pulang acara, panitia hanya ngasih amplop transport Rp 200.000. Untuk seminggu kemudian, kampus yg sama, mengundang penyanyi, santai saja membayarnya Rp 60 juta untuk manggung satu jam. Juga bagi panitia, sudah jadi rahasia umum, acara kepenulisan susah sekali mendapatkan sponsor dibandingkan acara2 lain.

4. Penulis adalah profesi yang sangat mahal pajaknya. Besok2, jika tidak ada perubahan soal ini, kalian akan tahu sendiri betapa sadisnya pajak penulis. Mending jadi dokter, pengacara, insinyur, penyanyi dan berbagai profesi lainnya, lebih murah.

5. Jika harga buku Rp 100. Maka berapa sebenarnya yg penulis bawa pulang sebagai upah dia menulis? Rata2 nasional hanya diangka Rp 7. Bayangkan, harga buku Rp 100, penulis, orang yang menulis buku tersebut, hanya memperoleh Rp 7. Kemana Rp 93? Bukan penulis yang menikmatinya. Melainkan pemilik modal (toko buku, penerbit, distributor), termasuk diambil negara sebagai pajak.

6. Buku kalian dibajak. Itu jelas sekali. Dari 10 buku yang dijual di toko buku (termasuk online), 2 adalah bajakan. Tidak akan ada yang melindungi kalian dari bajakan ini. Bahkan aparat negara yg seharusnya melindungi penulis, santai saja membawa buku bajakan untuk request tanda-tangan ke penulisnya.

7. Menulis adalah proses yang sangat panjang dan lama. Jika satu penulis membutuhkan 1 tahun menyelesaikan bukunya (mulai dari riset, ditulis, edit, hingga jadi buku), maka selama itulah

prosesnya. Setahun yang sangat lama, dan tidak ada garansi akan sukses, kebanyakan setahun yang sia-sia, ditolak penerbit, hanya jadi onggokan naskah bisu. Mending bikin kue, 1 jam jadi. Atau jualan cabe rawit merah, cepat lakunya.

8. Konsumsi buku itu kalah telak dengan konsumsi fast food, kosmetik, baju, dan kebutuhan lainnya. Silahkan dihitung sendiri, belanja buku per tahun kalian, sangat kecil bahkan dibanding belanja pulsa/gagdet dan sejenisnya. Apalagi jika dihitung rata2 nasional, lebih tragis lagi angkanya.

9. Sebagai artis, penyanyi, politisi, dan atau profesi lainnya, kalian bisa berbuat salah, selingkuh, penuh skandal, dsbgnya. Bisa. Dan orang2 tidak peduli, tetap memburu karya2 kalian, tetap memuja, tetap follow. Tapi jangan coba2 seorang penulis membuat skandal. Bahkan saat dia salah tulis satu potong kalimatnya, cukup untuk membuat karirnya tamat, atau sebagian orang tidak bersedia lagi membaca tulisannya.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved