Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Dari Renovasi Sekolah, Bosowa Semen Membangun Mimpi Siswa SMPN 2 Rampi Meraih Pendidikan Lebih Baik

Rampi merupakan kecamatan dari hasil pemekaran wilayah Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, pada tahun 1999.

Penulis: Arif Fuddin Usman | Editor: Ardy Muchlis
Arif Fuddin Usman/Tribun Timur
Pak Guru Mujur berfoto bersama siswa-siswa di depan SMPN 2 Rampi 

...

Indonesia raya, merdeka merdeka
Tanahku negeriku yang kucinta
Indonesia raya, merdeka merdeka
Hiduplah Indonesia raya

TRIBUN-TIMUR.COM - Demikian penggalan pamungkas Lagu Indonesia Raya yang berkumandang di lapangan Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 2 Rampi.

Upacara bendera yang dilaksanakan pada Kamis, 17 Agustus 2017 tersebut dipimpin kepala sekolah Yonias SPd.

Acara ini bagian dari cara sekolah yang berada di wilayah Gunung Kambuno untuk memperingati detik-detik proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ke-72.

Sederhana, tapi berlangsung kidmat. Semua siswa di sekolah menengah pertama negeri milik Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Utara terlibat.

Ada bertugas sebagai pasukan pengibar bendera, ada pimpinan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sebagai komandan upacara, kelompok paduan suara, pembawa teks pancasila, pembaca teks proklamasi, ketua kelas sebagai pemimpin barisan, dan siswa lainnya sebagai peserta.

Baca: Bosowa Semen Latih Tukang dan Resmikan Gudang di Sumbawa

Baca: Bosowa Runners Apresiasi Rute Baru Bali Marathon

“Tak ketinggalan guru-guru serta tenaga pendidik di SMP Negeri 2 Rampi juga hadir sebagai peserta upacara. Kami yang di pelosok ini, tak ketinggalan untuk merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia,” cerita salah seorang guru SMPN 2 Rampi, Mujur SPd kepada tribun-timur.com lewat sambungan telepon.

SMPN 2 Rampi, Desa Tedeboe, Rampi Luwu Utara
SMPN 2 Rampi, Desa Tedeboe, Rampi Luwu Utara (Arif Fuddin Usman/Tribun Timur)

Tak sebatas upacara bendera saja, momen kemerdekaan yang setiap tahunnya dirayakan atau dikenal dengan Perayaan Agustusan juga terasa di Desa Tedeboe, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan.

Dari cerita Guru Mujur, perlombaan di Desa Tedeboe, khususnya di Dusun Porokiu, tak kalah meriah dengan acara-acara di kota besar di seluruh Indonesia. Beragam lomba dari lari karung, lomba kelereng, tarik tambang, sampai makan kerupuk juga ada di sini.

Itulah selintas potret cerita perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-72 RI Tahun 2017 di SMPN 2 Rampi, Desa Tedeboe yang berjarak 98 kilometer dari pusat ibu kota Kabupaten Luwu Utara, Masamba.

Baca: Bosowa Semen Simulasi Tanggap Darurat

Baca: Precast, Produk Terbaru Bosowa Beton, Ini Kelebihannya

Rampi merupakan kecamatan dari hasil pemekaran wilayah Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara, pada tahun 1999.

Secara geografis posisinya diapit dua pegunungan besar di dataran Pulau Sulawesi, Pegunungan Quarles dan Pegunungan Verbek.

Kecamatan ini berada di ketinggian mulai dari 950 sampai 1.450 meter dari permukaan laut (MDPL). Daerah yang berada di belantara hutan tropis Pulau Sulawesi ini memiliki luas wilayah sekitar 1 565,66 Km² (Data Biro Pusat Statistik, BPS. 2016).

Bendungan sementara di Sungai Mokoa, Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara.
Bendungan sementara di Sungai Mokoa, Desa Onondowa, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara. (chalik/tribunlutra.com)

Letak geografis, Rampi berbatasan langsung dengan Kecamatan Seko di sebelah barat. Sedangkan batas sebelah timur adalah Kecamatan Mangkutana, Kabupaten Luwu Timur. Sebelah selatan adalah Kecamatan Masamba.

Di bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk mengaksesnya, dari Kota Masamba, Anda harus menempuh jarak 84 kilometer ke arah utara menuju Desa Onondowa (ibukota kecamatan).

Data statistik BPS sampai dengan tahun 2015, tingkat kepadatan penduduk di Rampi masih tergolong sangat rendah.

Dengan luas wilayah 1.565,66 Km² dan jumlah penduduk sebanyak 3.134 jiwa, maka tingkat kepadatan penduduk di kecamatan ini hanya sebesar 2 jiwa per Km².Ya, setiap kilometer luas wilayah di Rampi, rata-rata hanya didiami oleh 2 orang.

Pembangunan Sekolah

Meski lokasinya ada di pelosok dan sering disebut masih terisolir, tapi warga di Rampi enggan disebut terbelakang.

Karena memang sejatinya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah, perlahan tapi pasti juga sampai di Kecamatan Rampi.

Baca: Kok Bisa? 1 Liter Premium di Rampi Luwu Utara Dijual Rp 25 Ribu

Baca: Tak Ada Listrik, Jalan Rusak, Begini Kondisi Warga Rampi Luwu Utara

Dan Rampi ternyata tak tertinggal dalam urusan dunia pendidikan. Walau jumlah dan sebarannya masih terbatas, namun sarana pendidikan di kecamatan ini telah tersedia secara lengkap dari tingkat pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA).

Sarana pendidikan TK berjumlah 6 unit --masing-masing desa punya, demikian pula SD sebanyak 6 unit. Adapun untuk sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) berjumlah 3 unit yang mewakili masing-masing dua desa dan sebuah sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) yang dibangun di pusat kota kecamatan di Desa Onondowa.

Pak Guru Mujur memperlihatkan pintu ruang kelas dan lantai yang sudah diplester dengan Semen Bosowa
Pak Guru Mujur memperlihatkan pintu ruang kelas dan lantai yang sudah diplester dengan Semen Bosowa (Arif Fuddin Usman/Tribun Timur)

Tak terkecuali Desa Tedeboe yang jaraknya dari Desa Onondawa, ibukota Kecamatan Rampi sejauh 12 kilometer. Satu bukti, SMPN 2 Rampi berdiri sejak 13 Agustus 2008. Sekolah ini setelah hampir 10 tahun, baru-baru mengalami renovasi.

Sebelumnya sekolah yang beralamat di Dusun Porokiu, Desa Tedeboe, Kecamatan Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulsel ini berupa bangunan papan kayu.

“Kini sudah menjadi sekolah bangunan semibatu dengan cor semen di bagian pondasi dan papan kayu serta atap seng untuk bagian atasnya,” kata Mujur.

Pak Mujur berfoto bersama siswa-siswa di depan SMPN 2 Rampi
Pak Mujur berfoto bersama siswa-siswa di depan SMPN 2 Rampi (Arif Fuddin Usman/Tribun Timur)

Setelah direnovasi, SMPN 2 Rampi ini mampu menampung total peserta didik 75 orang dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 42 orang dan perempuan sebanyak 33 orang.

Jumlah guru di sekolah ini sebanyak 11 orang ditambah tenaga pendidik (Tendik) atau guru honorer sebanyak 8 orang, total ada 19 pengajar.

Baca: Tes Urine Sopir Truk, BNNP Sulsel: Bosowa Semen Patut Dicontoh

Baca: FOTO: Bosowa Semen Salurkan Bantuan CSR Pembuatan 383 Unit Jamban

“Data sarana dan prasarana di SMPN 2 Rampi, sekarang memiliki 4 ruangan, 3 ruang untuk kelas dan satu untuk ruang guru. Kami masih belum memiliki ruang laboratorium dan juga ruang perpustakaan. Data rombongan belajar, kelas 7 berjumlah 22 orang, kelas 8 berjumlah 26 orang, dan kelas 9 berjumlah 27 orang,” jelas Mujur.

Diangkut Ojek Atau Pesawat

Sebagai daerah yang terisolir, bahan bangunan seperti semen merupakan salah satu benda yang langka di Kecamatan Rampi.

Dari mana semen di Rampi? Ya namanya pelosok, tentu bahan bangunan harus didatangkan dari luar dengan harga layaknya emas.

Bahan Semen biasanya didatangkan dari Masamba atau dari Poso, Sulawesi Tengah. Mahalnya harga semen akibat jalur transportasi ke Rampi dari daerah sekitar yang terbilang sulit.

Tukang ojek ke Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara sedang memperbaiki motornya. Tarif Ojek ini mencapai Rp 600 ribu atau Rp 1,2 juta pulang pergi, termahal di Indonesia
Illustrasi tukang ojek ke Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara sedang memperbaiki motornya. (Chalik/TribunLutra.com)

Tidak ada angkutan umum dari Rampi atau keluar Rampi. Akses transportasi darat hanya tersedia jasa ojek-ojek motor roda dua. Mau tahu ongkos naik ojek di Rampi, biaya sewanya mencapai Rp 500 ribu sampai Rp 700 ribu sekali jalan.

Salah seorang guru di SMPN 1 Rampi, Erwin S.Pd mengatakan, hanya orang-orang mampu saja yang memanfaatkan bahan semen untuk membangun rumahnya.

“Semen di sini seperti barang mewah. Bangunan berbahan semen sangat minim karena mahal dan sulitnya mendatangkan bahan tersebut ke Rampi. Satu sak semen ukuran 50 kg dibeli dengan harga Rp 360 ribu."

"Itu sudah terhitung murah. Memang kalau di Kota Masamba, harganya sekitar Rp 52 ribu, tapi biaya mengangkutnya mahal,” kata Erwin.

Baca: Bupati Indah Carter Pesawat ke Kecamatan Rampi Luwu Utara, Hadiri Mogombo Adat

Baca: PKK Maros Tinjau Desa Sehat Bosowa Semen

Dan uniknya, warga di Rampi, menurut Erwin, menyukai semen merek Bosowa untuk keperluan pembangunan infrastruktur.

Semen Bosowa tersebut diangkut dengan menggunakan angkutan ojek. Sekali berangkat, ojek mampu mengangkut 3 sak semen.

“Jika diangkut dengan pesawat terbang, maka tarifnya sangat mahal yakni Rp 20 ribu per kilogramnya. Kalau dikali 50 kg per sak, sudah kena Rp 1 juta per sak. Makanya kebanyakan diangkut ojek,” jelas guru kelahiran Larompong, Luwu, 30 Oktober 1984.

Olehnya itu, rata-rata bangunan yang menggunakan semen hanya bangunan-bangunan milik pemerintah seperti sekolah, kantor, dan masjid. Itupun hanya untk pondasi dan lantainya yang menggunakan Semen Bosowa, sementara dindingnya dari papan kayu.

Siswa sekolah di Tadeboe, Rampi, dengan latar belakang sekolah yang memakai dinding papan kayu dan lantai berplester semen
Siswa sekolah di Tadeboe, Rampi, dengan latar belakang sekolah yang memakai dinding papan kayu dan lantai berplester semen (handover)

Lebih jauh Erwin menceritakan, Semen Bosowa ini paling banyak didatangkan dari Kecamatan Bada’ Kabupaten Poso.

Jaraknya kurang lebih 32 km dari Kecamatan Rampi Kabupaten Luwu Utara, lebih dekat dibandingkan dari Masamba.

“Penduduk setempat memilih mendatangkan semen dari daerah Kecamatan Bada’ untuk menghemat biaya pengangkutan,” tambah suami dari Andi Nurkia SPd ini.

Tinggal 70 Persen

Erwin juga berkisah suka dan duka mengajar di daerah terpencil, kalau saat musim hujan sekolah ini pun bakal kehilangan sebagian muridnya, hanya sekitar 70 persen saja yg bisa hadir sekolah. Tentu kondisi alam di Rampi yang masih banyak sawah dan lumpur menghambat anak-anak sekolah untuk bisa belajar.

Siswa SMPN 2 Rampi sedang belajar meski hanya beralaskan sandal
Siswa SMPN 2 Rampi sedang belajar dengan beralaskan sandal di lantai yang diplester dengan Bosowa Semen. (Arif Fuddin Usman/Tribun Timur)

Kalau tamat SMP, ternyata cukup banyak yang berminat melanjutkan sekolah. Di Rampi ada SMA. Kalau dari keluarga yang agak mampu biasanya menyekolahkan ke Kota Masamba.

“Ada juga ke Palu, ke SMK di Malangke, atau SMA di Poso. Tentunya mereka akan kos-kosan di sekolah-sekolah itu,” kata guru alumni Universitas Negeri Makassar ini.

Soal pengalaman mengajar, Erwin ternyata sudah beberapa pindah mengajar. Pengalaman pertama mengajarnya di SMK Soppeng selama 1 semester saat itu dikirim oleh UNM.

Lalu 3 tahun di SMPN 3 Makassar sebagai honorer, terus 6 tahun di SMP 5 Baebunta begitu terangkat sebagai calon pegawai negeri sipil (CPNS), lalu 2 tahun di SMAN 1 Mappedeceng, Masamba.

Baca: VIDEO: Tarif Ojek ke Kecamatan Seko Lutra Capai Rp 1,8 Juta, Ini Alasannya

Baca: Siswa di Kecamatan Seko Luwu Utara Dambakan Listrik

“Sempat pula di SMP 5 Baebunta dan terakhir sebelum ke Rampi di SMP 6 Baebunta, di sekolah ini saya merasakan yang paling susah diajar siswanya."

"Kenapa susah, siswanya malas belajar, orangtuanya kurang peduli dengan pendidikan anak-anaknya, juga fasilitas sekolah minim. Kasihan itu sekolah,” tutur Erwin.

Dari kisah Pak Guru Erwin dan Pak Guru Mujur, Bosowa Semen secara tidak langsung turut memberi andil besar untuk pendidikan di Rampi.

Bangunan sekolah dari semen bakal lebih awet dan tahan lama, yang bakal mampu menjaga mimpi-mimpi anak di Rampi meraih pendidikan yang lebih baik. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved