HET Beras Medium Rp 9.450, Premium Rp 12.800
Namun hanya satu yang langka garam halus. Menurut pedagang, garam halus sudah dua bulan tidak beredar di pasaran.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur, Muhammad Fadhly Ali
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Harga Eceran Tertinggi (HET) telah di tetapkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk beras medium dan premium di seluruh Indonesia.
Untuk Jawa, Lampung, dan Sumsel beras medium seharga Rp 9.450/kilogram (kg) dan beras premium Rp 12.800/kg. Pulau Sumatera kecuali Lampung dan Sumsel, beras medium Rp 9.950/kg dan beras premium Rp 13.300/kg.
Untuk Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB), HET beras medium Rp 9.450/kg dan premium Rp 12.800/kg. Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), beras medium Rp 9.950 dan premium Rp 13.300/kg.
Di Sulawesi, beras medium Rp 9.450/kg dan premium Rp 12.800/kg. Kalimantan, beras medium Rp 9.950/kg dan premium Rp 13.300/kg. Maluku dan Papua, beras medium Rp 10.250/kg dan premium Rp 13.600/kg.
Kepala Dinas Perdagangan Sulsel, Hadi Basalama yang ditemui di sela sidak di Pasar Pa'baeng-baeng bersama Gubernur Sulsel, Selasa (29/8/2017) menuturkan, HET beras aman terkendali.

"Hasil pantauan jelang Idul Adha harga beras, daging sapi, dan daging ayam stabil, malah ada yang turun seperti bawang merah, cabe, dan bawang putih," kata Hadi.
Namun hanya satu yang langka garam halus. Menurut pedagang, garam halus sudah dua bulan tidak beredar di pasaran. Sedangkan yang beredar hanya garam kasar yang dibanderol Rp 4 ribu. Modalpeagang Rp 3.500. "Padahal dulu harga ke konsumen cuman Rp 1.000," kata lelaki berkacamata itu.
Gubernur Sulsel, Syahrul Yasin Limpo tidak tinggal diam, ia langsung menghubungi perusahan distribusi garam untuk memenuhi stok pasaran.
"Semua stabil kecuali garam, karena memang pengaruh anomali dan isu nasional. Tenang besok (hari ini) PT Eka Sari akan Suplay tambahan ke pasar tradisional, saya sudah telepon pimpinannya, Pak Yohn namanya," kata Gubernur dua periode tersebut.
KPPU Kawal HET Beras
Pengawasan terhadap komoditas pangan kembali dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Kali ini beras yang menjadi sorotan.
Ketua KPPU, Syarkawi Rauf dalam rilisnya Selasa (29/8/2017) menjelaskan KPPU dan Satuan Tugas (Satgas) Pangan yang dipimpin Polri berkomitmen penuh mengawal amanah Presiden Joko Widodo untuk menjaga stabilitas harga pangan.
Terkait industri beras, KPPU telah melakukan pemetaan jejaring distribusi, pemetaan titik simpul distribusi di mana terdapat potensi persaingan usaha tidak sehat terjadi serta telah mengidentifikasi pelaku usaha yang menjadi penguasanya.
"Struktur industri beras cenderung kompetitif di tingkat petani dan pengecer, tetapi cenderung oligopoli
di pusat-pusat distribusi (Midlemen). Perlindungan petani telah dilakukan Pemerintah, melalui penetapan harga dasar pembelian gabah dan harga eceran tertinggi beras," ujarnya.
Tetapi di hilir diserahkan pada mekanisme pasar, sehingga penguasa jejaring distribusi leluasa mengeksploitasi konsumen melalui kenaikan harga.
Disparitas harga memberikan gambaran tersebut. Harga dasar gabah petani untuk kering panen sekitar Rp 3.700/kg dan gabah kering giling Rp 4.600/kg.
"Sementara harga pembelian beras petani ditetapkan Rp 7.300/Kg. Harga pasar riil saat ini berada di kisaran Rp 10.500/Kg. Biaya produksi petani diperkirakan Rp 3.150/Kg. Dengan perkiraan produksi gabah 79.6 juta ton atau 46.5 juta ton beras, dan dengan mempertimbangkan harga sebelumnya marjin (keuntungan) yang dinikmati 56 juta petani Rp 65,7 triliun," katanya.
Sementara marjin keuntungan perantara petani dengan konsumen (middle men) mencapai Rp 186 triliun. Keuntungan ini dinikmati oleh jumlah pelaku usaha yang lebih kecil.
"Tinggi nya disparitas harga ini yang menjadi masalah, karena ada pedagang perantara yang mendapat keuntungan lebih besar dan membuat harga beras di tingkat pengecer juga tinggi, sementara itu ironisnya petani justru tidak dapat memperoleh peningkatan kesejahteraan,” jelas Syarkawi. (*)