Dana Haji untuk Investasi Infrastruktur, Ini Pendapat Alumni UIN Alauddin
Butuh beberapa langkah jika real dana haji digunakan untuk infrastruktrur. Pertama, kejelasan akad antara pemerintah dan pemilik dana haji.
Menyoal Dana Haji
Oleh: Muh Taufiq Al Hidayah
Alumni UIN Alauddin Makassar dan Magister Ekonomi Syariah UIN Sunan Kalijaga - Yogjakarta
MENGELOLA penyelenggaraan haji Indonesia bukanlah perkara mudah. Untuk itulah pemerintah melalui Kemenag terus melakukan pembenahan termasuk mendirikan Badan
Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH) yang beberapa hari lalu telah dilantik oleh Presiden Jokowi.
Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat untuk orang lain, begitu sabda Nabi Muhammad SAW.
Saat ini, ada kesempatan baik bagi Jamaah Haji untuk mewujudkan hadis ini, khususnya Jamaah yang berada dalam ‘waiting list’ keberangkatan haji.
Kesempatan itu berasal dari usulan Presiden Jokowi mengenai pemanfaatan dana setoran haji untuk investasi produktif diberbagai sektor publik seperti jembatan, tol, pelabuhan dan lain
sebagainya. Berdalih Negara Malaysia juga ‘sukses’ dengan pengelolaan dana hajinya.
(Baca juga: Alumni PPs Hukum UMI Makassar Ini Sebut Perppu Ormas Mengerikan)
Seiya dengan Materi Agama Lukman Hakim Saifuddin DAN MUI tak menampik hal itu dapat dilakukan. (Tribun Timur, 2017).
Isu ini menarik sebab dana haji yang diperkirakan terkumpul sebanyak Rp 92 triliun dengan per tahunnya mencapai hampir Rp 9 triliun (Republika, 14 Januari 2017) mengendap.
Sedang pada postur APBN 2017, besar pasak daripada tiang yakni pendapatan dianggarkan sebesar Rp 1.750,3 triliun sedang belanja Rp 2.080,5 triliun.
Defisit tersebut ditutup dengan utang (kemenkeu.go.id/apbn2017). Dana yang makin membengkak itu perlu pemanfaatan guna pembangunan Negara.
Namun prinsip kehati-hatian menjadi barang wajib yang tak boleh alpa.
Bantu Pemerintah
Salah satu fokus utama Anggaran Pendapatan & Belanja Negara (APBN) yaknivpercepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Ketimpangan infrastruktur sudah semestinya jadi prioritas pemerintah sebab jika tak ditindaki, maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Sebagai contoh saat ini terdapat ketimpangan pembangunan antar desa dan kota atau Jawa dan luar Jawa, khususnya Indonesia Timur.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) terdapat 78.609 desa, dengan wilayah yang sangat luas. Namun, jumlah penduduk perkotaan ternyata lebih besar yakni 56 %, sedangkan
desa hanya 44%.
Hal ini disebabkan pembangunan di desa sangat minimalis, mata pencaharian terbatas, dan pertumbuhan ekonomi sangat rendah.
Sementara di Papua, bahkan sayuran pun diangkut dengan pesawat terbang sehingga harga jual membumbung tinggi.
Sejatinya APBN yang telah defisit, bahkan sejak perencanaan tentu memperlihatkan bahwa negara ini sedang menghadapi masalah pelik.
Begitu peliknya, hingga pernah terlontar ide menyewakan pulau-pulau untuk negara asing plus dipaketkan dengan pengurusan infrastruktur pulau tersebut. Aneh?
Tapi itu terlihat logis. Namun, yang jadi pertanyaan kemudian dimana letak kedaulatan negeri ini? Sehingga ide ini nampaknya perlu ditinjau lebih jauh lagi.
Kita pun pada akhirnya tak bisa berpangku tangan, sebagai umat Islam dan kiranya tak berkilah bahwa itu urusan negara.
Maka itu, meminjamkan dana haji untuk pembangunan infrastruktur menjadi hal yang menarik, sebab infrastruktur yang baik akan memicu pertumbuhan ekonomi yang lebih baik.
Tentu lagi dan lagi perlu mekanisme “kehatian-hatian” sebab tak sedikit jamaah haji yang mengumpulkan dana haji yang berstatus bukan kalangan atas dan punya niat suci tulus untuk berangkat ke Baitullah.
Oleh karenanya, butuh beberapa langkah jika real dana haji digunakan untuk infrastruktrur. Pertama, kejelasan akad antara pemerintah dan pemilik dana haji.
Penekanan akad sejak awal menjamin kemulusan penggunaan dana haji. Akad menempati hal teratas dalam hal muamalah.
Ketidakjelasan, kelalaian dan kesalahan lain dalam akad bisa membuat apa yang kita lakukan menjadi salah bahkan bathil.
Yang lebih serius lagi, bisa menimbulkan problem dimana diantara satu dengan yang lain bisa saling menzalimi atau terzalimi.
Akad di Bank Syariah kiranya turut mendukung yakni mudharabah muthlaqah dan wadiah. Yang berarti pihak yang dititipi boleh memanfaatkan dana tersebut.
Ada kemungkinan menuai ketidaksetujuan jamaah, namun sosialiasasi intens kemungkinan akan mengurangi ketidaksetujuan tersebut.
Kedua, pemerintah harus menjamin bahwa proyek yang dibiayai oleh Dana Haji tidak akan gagal dalam investasinya.
Juga jika bekerjasama dengan pihak swasta, maka pemerintah harus menjaminnya dengan ‘asuransi’, sehingga jamaah haji yang digunakan dananya merasa aman dari potensi kegagalan.
Ketiga, peran Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor penentu dalam pengelolaan dana haji.
Mengelola dana haji yang sangat besar memerlukan jumlah SDM yang cukup dan dengan kualitas yang mempuni, punya kompetensi dan integritas yang baik, inovatif, profesional, amanah, serta tahan godaan.
Dengan demikian, diharapkan dapat melakukan tata kelola secara baik dan benar, terhindar dari tindakan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) serta penyalahgunaan wewenang lainnya, serta dapat mengembangkan dana haji secara halal dan thoyib, sehingga memberikan nilai manfaat dan maslahah yang sebesar-besarnya.
Apalagi menurut politikus Fadli Zon, proyek infrastruktur sangat rentan dengan penyimpangan. Di tahun 2016 tercatat 63 kasus korupsi infrastruktur dari 211 kasus korupsi.
“Ini tanda bahwa korupsi di sektor infrastruktur masih sangat massif,” tutupnya.
Pada akhirnya, niat dan hal yang baik wajib kita dukung, apalagi dengan dallih kemaslahatan bersama.
Dahulu di Kabupaten Aceh, Presiden Soekarno berhasil membakar jiwa patriotisme rakyat Aceh. Wahasil mereka mengumpulkan uang hampir setara dengan 20 kg emas.
Lalu kemudian dibelikan “Pesawat Dakota RI-001 Seulawah (Gunung Emas)”. Pesawat ini sangat besar peranannya dalam kemerdekaan kita.
Mungkinkah ini juga bisa begitu? hanya waktu yang bisa menjawabnya. Semoga saja. Wallahu wallam bi sawwab. (*)
Catatan: Tulisan ini telah dimuat di halaman 29 Tribun Timur edisi cetak Senin 31 Juli 2017 dengan judul Menyoal Dana Haji