Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Merdeka atau Merana

Berlomba-lomba berebut jabatan, saling menjatuhkan, janji demi janji diberi pada saat menjelang pemilu, materi dan tenaga rela dikorbankan habis-habi

Editor: Edi Sumardi
DOK PRIBADI
Kasmiani 

Sebanyak 34 persen di antaranya diduga mengalir kepada sejumlah pejabat pada Kementerian Dalam Negeri dan anggota DPR RI periode 2009-2014.

Kerugian yang dialami Negara yang mencapai Rp 2,3 triliun ini tidak bisa dipungkiri menjadi kasus dugaan korupsi terbesar.

Sejumlah nama yang diduga menerima aliran dana dari proses pengadaan e-KTP mulai angkat suara.

Bantahan demi bantahan jelas mendominasi.

Salah satu program mantan Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono saat kampanye calon Presiden RI pada tahun 2004 ialah pemberantasan korupsi.

Oleh karena itu dibentuk Undang Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK, Pengadilan dan Hakim Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) dan berbagai institusi atau aliansi untuk memberantas korupsi.

Namun, tetap tetap saja banyak merajalela menggorogoti hampir semua persendian pemerintahan dari pusat sampai ke pedesaan, tidak terkecuali instansi yang mengemban misi kejujuran dan kebenaran dengan slogan “Ikhlas Beramal”.

Yang menjadi pertanyaan besar kita adalah “salahnya di mana?”.

Mengapa peraturan yang seharusnya menjadi acuan untuk membagun negara justru memberi peluang korupsi semakin berkembang?

Dalam menjalankan fungsi atau tugasnya seorang pejabat dipengaruhi oleh sistem atau aturan yang digunakan dan moral pejabat itu sendiri.

Ketika menjalankan suatu sistem atau aturan yang buruk, seseorang mencalonkan diri sebagai wakil rakyat atau kandidat kepala daerah yang awalnya tidak berniat mengambil yang bukan haknya.

Ternyata saat duduk di kursi empuk dan posisi strategis dan melihat ada banyak potensi atau peluang dari sistem peraturan itu untuk menyalahgunakan wewenang dengan mempermainkan anggaran negara untuk memperkaya diri.

Harapan masyarakat untuk memberantas pelaku korupsi di negeri ini rasanya untuk saat ini masih sulit terwujud pasalnya korupsi telah begitu berurat berakar, sementara sistem pengendalian begitu lemah.

Banyak koruptor yang telah divonis hukuman penjara pada tingkat pengadilannegeri dan tidak sedikit juga  yang bebas dan tidak dipenjara karena diberi kesempatan untuk menyeleweng dari hukuman padahal sudah benar terbukti bersalah.

Sanksi yang diberikan juga cukup ringan sehingga tidak memberi efek jera bagi pelaku yang terjadi wajar jika tindak korupsi semakin berkembang dan orang-orang semakin berlomba-lomba menduduki jabatan publik.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved