Merdeka atau Merana
Berlomba-lomba berebut jabatan, saling menjatuhkan, janji demi janji diberi pada saat menjelang pemilu, materi dan tenaga rela dikorbankan habis-habi
NEGERI kita ini katanya merdeka, tetapi kenyataannya masih terjajah.
Terjajah oleh pemimpin yang terkesan berjiwa penolong, namun sejatinya adalah penodong.
Berlomba-lomba berebut jabatan, saling menjatuhkan, janji demi janji diberi pada saat menjelang pemilu, materi dan tenaga rela dikorbankan habis-habisan.
Segala-galanya atas nama rakyat.
Yang benar tulus sudah tak dapat dibedakan.
Padahal masa depan negeri dilihat dari pemimpin-pemimpinnya.
Kesimpangsiuran informasi terkait KTP elektronik atau e-KTP saat ini menimbulkan banyak keresahan dikalangan masyarakat.
e-KTP menjadi hal yang sangat penting dalam segala hal mulai dari perizinan, perbankan, pembuatan SIM dan passport mesti ada KTP, wajar jika menjadi suatu masalah jika proses pembuatannya lama.
Lantas apa yang menyebabkan terhambatnya pembuatan e-KTP tersebut?
Padahal, Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo menyampaikan bahwa proses e-KTP sebenarnya tidak lebih dari satu hari.
Kalau yang menjadi persoalan adalah biaya, itu rasanya mustahil karena proyek e-KTP ini dimulai pada tahun 2011-2012 dimana Kementerian Dalam Negeri sebagai pelaksana digelontorkan anggaran proyek mencapai Rp 5,9 triliun.
Nilai yang cukup besar untuk memuluskan proyek e-KTP tersebut.
Namun, kenyataan hingga saat ini penyediaan kartu tersebut tak kunjung terwujud.
Dari hal tersebut sebenarnya kita sudah dapat melihat adanya indikasi pelanggaran.
Dari nilai anggaran yang mencapai Rp 5,9 triliun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut dana yang dikorupsi mencapai Rp 2,3 triliun.