Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tata Rasyid, Bapak dan Guru Bagi Semua Pendaki Sulsel

Berikut catatan pengalaman Wartawan Tribun timur, Waode Nurmin tentang alm Tata Rasyid.

Penulis: Waode Nurmin | Editor: Suryana Anas
HANDOVER
Wartawan Tribun Timur Waode Nurmin (kiri) berfoto bersama dengan Tata Rasyid (kanan) saat pendakian Ekspedisi NKRI Subkorwil 8 Gowa April 2013 lalu. 

TRIBUN-TIMUR.COM, SUNGGUMINASA- Bagi pecinta alam yang sering mendaki Gunung Bawakaraeng, pasti punya kenangan dengan almarhum Tata Rasyid (60).

Tata dikenal sebagai juru kunci Gunung Bawakaraeng ini meninggal beberapa hari yang lalu.

Berikut catatan pengalaman Wartawan Tribun timur, Waode Nurmin tentang alm Tata Rasyid.

Tulisan ini adalah pengalaman dan kenangan terakhir saya bersama almarhum ketika pertama mendaki di gunung yang memiliki ketinggian 2.830 Mdpl.

Kala itu saya masih baru didunia pendakian. Kalau kata dunia kampus masih junior tapi didunia pendakian tak mengenal kata junior dan senior.

2013 saya mengikuti kegiatan Ekspedisi NKRI Subkorwil 08 Gowa yang dilaksanakan Kopassus.

Ekspedisi NKRI itu merupakan rangkaian acara peringatan Hari Kebangkitan Nasional di puncak Gunung Bawakaraeng April 2013.

Baca: Opa Trans Sulsel: Semua Pendaki Bawakaraeng Dianggap Anak oleh Tata Rasyid

Saat itu Danjen Kopassus, Mayor Jenderal TNI Agus Sutomo hadir langsung sekaligus meletakkan batu pertama Tugu Rute Pendakian Gunung Bawakaraeng di kaki gunung Lingkungan Lembanna, Kecamatan Tinggimoncong.

Karena masih baru saya tak mengenal satu orang pun di rombongan ribuan peserta. Termasuk para anggota TNI yang ikut.

Tapi yang namanya sesama pendaki, suasana keakraban dengan yang lain akan cepat terjalin.

Selangkah demi selangkah teman pun mulai saya kenal. Termasuk almarhum Tata.

Baca: Innalillahi, Tata Rasyid, Juru Kunci Gunung Bawakaraeng Meninggal

Kalau tidak salah ingat, saya bertemu Tata antara pos 3 dan 4. Karena tidak memiliki tenda buat camp, akhirnya saya ngikut numpang di tenda Tata. Alhamdulillah Tata menerima dan mempersilakan saya gabung tidur setenda.

Disitulah kali pertama saya bertemu dan berkenalan dengan orangtua yang identik dengan baju u can see (ketek) dan celana pendek itu.

Tak pernah mulut saya berhenti tertawa selama trekking. Sifatnya yang humoris dengan segala macam cerita lucunya membuat anak-anak pendaki yang berjalan bersamanya cepat akrab termasuk saya.

Sampai di puncak pos 10 Bawakaraeng saya pun menjadi bagian rombongan Tata Rasyid.

Baca: Tata Rasyid Dimakamkan di Hutan Pinus Lembanna

Saya sempat bertanya kenapa Tata membiarkan saya ikut bersama dia. Dia pun jawab "Tidak bisa itu kalau ada pendaki yang lama jalan ditinggalkan. Saya lihatki suka jalan sedikit istirahat lagi, jadi saya pikir harus ditemani," ujarnya saat pendakian.

Di pos 5 tempat camp sebelum puncak, saya tidur setenda dengan Tata. Masak hingga malam bersama. Banyak pelajaran tentang alam yang saya dapat dari almarhum. Termasuk membawa turun sampah mu ketika mendaki.

Yang paling saya ingat, sebelum pos 10 Carrier saya terpaksa dibawakan oleh Tata lantaran kelelahan. Dan dengan sukarela almarhum mau membawakan Carrier saya.

Sampai di pos 10 pun saya tetap tidur se tenda dengan Tata. Satu yang saya ingat tenda Tata selalu didatangi pendaki lain. Baik untuk bercerita atau datang berbagi makanan.

Usai pertemuan pertama itu, setiap hendak mendaki ke Gunung Bawakaraeng atau Lembah Ramma, saya selalu singgah atau nginap di rumah almarhum. Mau makan dan mandi pun di rumah Tata jika turun dari gunung.

Dan saya tidak pernah melihat rumah yang sebelumnya papan hingga sekarang batu itu sunyi pendaki.

Kini orangtua bagi pecinta alam itu telah tiada. Bapak dan guru bagi semua pendaki Sulsel meninggalkan semua pelajaran untuk tetap menjaga alam. Termasuk hutan Gunung Bawakaraeng. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved