IMI Laporkan Kanwil BPN Sulsel ke Ombudsman
Atas dugaan adanya indikasi nepotisme dan maladministrasi pada seleksi penerimaan pegawai tidak tetap baru-baru ini.
Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Suryana Anas
Laporan Wartawan Tribun Timur Fahrizal Syam
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Institut Makna Indonesia (IMI) melaporkan Kepala Kanwil BPN Sulawesi Selatan dilaporkan ke Ombudsman, Rabu (11/1/2017).
Ia dilaporkan atas dugaan adanya indikasi nepotisme dan maladministrasi pada seleksi penerimaan pegawai tidak tetap baru-baru ini.
Salah satu pengurus IMI, Hadrawi mempertanyakan transparansi dari penyeleksian pegawai tidak tetap di Kanwil BPN Sulsel, pasalnya diketahui banyak calon peserta yang mendaftar tapi tidak diakomodir berkasnya dan malah ditolak. Seperti yang dialami oleh Ruslan dan kedua rekannya.
"Mereka memasukkan berkas ke kantor BPN Gowa kemudian diarahkan untuk langsung ke kantor Kanwil BPN Provinsi, sampai di kantor BPN di sini malah dikatakan oleh panitianya sudah tidak terima berkas lagi dan untuk Kabupaten Gowa sudah cukup, padahal mereka diarahkan langsung oleh BPN Gowa" jelasnya.
Hadrawi yang merupakan Tenaga Ahli salah satu anggota DPR RI menuturkan, ada indikasi praktek nepotisme dan maladministrasi di seleksi penerimaan pegawai tidak tetap ini, karena ada berkas yang diterima dan ada berkas yang ditolak di hari dan tempat yang sama yakni kantor BPN Sulsel.
"Padahal semua masyarakat Indonesia terkhusus masyarakat Sulsel mempunyai hak yang sama untuk mendaftarkan dirinya sebagai peserta pada rekrutmen pegawai tidak tetap di Kanwil BPN Sulsel," pungkasnya.
Mantan Ketua BEM FIP UNM menyesalkan atas adanya indikasi permainan di Kantor Kanwil BPN Sulsel, dan mereka semakin curuiga karena ada pegawai BPN yang marah jika ditanyakan soal itu.
Institut Makna Indonesia diterima langsung oleh Kepala perwakilan Ombudsman RI, Subhan dan Asisten Ombudsman RI St Dwi Adiyah Pratiwi.
"Kami menerima laporan dari lembaga Institut Makna Indonesia dan kami akan menindak lanjuti laporan tersebut paling lambat 14 hari kerja," pungkas Dwi Adiyah. (*)
