Akmal Pasluddin: Perubahan Iklim Harus Jadi Isu Utama Pemerintah
Ketika iklim berubah, terutama pada dampak peningkatan suhu global, akan mengakibatkan persoalan serius diberbagai aspek kehidupan baik hewan
Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Anita Kusuma Wardana
Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin mengatakan pemerintah Indonesia mesti menjadikan perubahan iklim sebagai isu utama Indonesia.
Apalagi, komunitas negara-negara maju bersepakat untuk emisi karbon sebesar 29% hingga tahun 2030.
Akmal menganggap semua bangsa berharap pada Indonesia menjadi pusat perhatian dunia akan penyangga lingkungan karena luasan hutan negara ini masuk pada kategori 10 terluas di dunia.
“Berdasar pada data yang dimiliki kementerian kehutanan, Indonesia merupakan tempat hutan tropis terbesar ketiga di dunia. Sedangkan untuk luasan, Indonesia memiliki hutan kedelapan terluas di dunia setelah Russia, Brazil, Kanada, Amerika Serikat, China, Australia, dan Republik Demokratik Congo.
Namun, Akmnal khawatir kecepatan penyusutan luasan hutan di negara ini sangat pesat sehingga perlu peningkatan kewaspadaan oleh semua pihak terutama pemerintah.
Legislator Dapil Sulawesi Selatan II ini menjelaskan, kerusakan hutan di berbagai dunia termasuk Indonesia telah berpengaruh signifikan terhadap perubahan iklim.
Ketika iklim berubah, terutama pada dampak peningkatan suhu global, akan mengakibatkan persoalan serius diberbagai aspek kehidupan baik hewan, tumbuhan bahkan manusia.
Akmal mengatakan pemerintah Indonesia harus serius menjadikan isu perubahan iklim ini menjadi perhatian prioritas tinggi.
“Perubahan iklim ini merupakan hal serius sehingga negara-negara dunia melalui PBB senantiasa melakukan konferensi tiap tahun untuk membahasnya. Konferensi perubahan Iklim yang sering disebut “Conference of the Parties (COP) sudah memasuki yang ke 22 tahun ini di Marrakesh, Marrakech, Morocco yang sebelumnya di paris tahun lalu”, kata Akmal menjelaskan.
Namun sayangnya, lanjut Akmal, pada “Paris Agreement”, Indonesia belum meratifikasi pada kesepakatan yang telah ditandatangani presiden Jokowi pada tanggal 22 April 2016 di New York, Amerika Serikat.
Tujuan utama Perjanjian Paris ini adalah untuk memperkuat respon global terhadap ancaman perubahan iklim dengan menjaga temperatur global meningkat abad ini jauh di bawah 2 derajat Celsius.
“Saya khawatir, apabila hingga pelaksanaan COP22 di Maroko kita belum sempat meratifikasi perjanjian paris pada COP21, kita akan menjadi gunjingan tidak sehat oleh negara-negara di dunia”, kata mantan Ketua DPW PKS Sulsel ini. (*)