Laporan on The Spot
Mengapa Australia Harus Buka Kantor Konsulat di Makassar?
Aaron pernah ke Makassar dalam rangka penelitian sebelum kantor konsulat dibuka, Maret 2016.
Penulis: Edi Sumardi | Editor: Edi Sumardi
Edi Sumardi
Jurnalis Tribun
Melaporkan dari Sydney, New South Wales, Australia
MAKASSAR menjadi kota kedua sebagai tempat dibukanya kantor Australian Consulate General di Indonesia.
Pertama adalah Denpasar, kedua "Kota Daeng".
Pada awal pembukaan kantor, polemik muncul dari sejumlah kalangan terkait latar belakang dan dampak negatif bagi Indonesia.
Polemik terkait dengan kecurigaan intervensi Australian Government terhadap Pemerintah Indonesia, isu bakal adanya pangkalan militer, hingga ancaman keutuhan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, peneliti bidang politik dan ekonomi pada Lowy Institute for International Policy, Aaron L Conelly, menepis.
Saat diwawancarai di kantornya di Level 3, 1 Bligh Street, Sydney New South Wales 2000, Australia, Aaron menyebutkan keuntungan didapatkan Indonesia atas pembukaan Australian Consulate General Makassar.
"Australia buka konsulat (di Makassar) karena punya kepentingan bisnis di Indonesia. Indonesia juga tetap berdaulat hingga kini," kata peneliti berkebangsaan Amerika Serikat tersebut.
Aaron pernah ke Makassar dalam rangka penelitian sebelum kantor konsulat dibuka, Maret 2016.
Dari sisi bisnis, Makassar dianggap sebagai pintu gerbang perekonomian pada kawasan timur Indonesia.
"Pembukaan konsulat di Makassar membantu perekonomian di Indonesia bagian timur. Menteri Luar Negeri Australia sangat tertarik (membantu mengembangkan perekonomian)," Executive Officer Indonesia Strategic, Political and Governance Section Department of Foreign Affairs and Trade Australian Government, Jane Edquist.
Selain kepentingan bisnis, Australia memiliki kemitraan dengan Indonesia dalam bentuk program, antara lain dalam bidang pendidikan, seperti Building Relations trough Intercultural Dialogue and Growing Engagement (BRIDGE); dan dalam bidang infrastruktur, seperti Indonesia Infrastructure Initiative (IndII).
BRIDGE dan IndII kini dijalankan di Kota Makassar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Enrekang, Provinsi Sulawesi Selatan.
Tak hanya BRIDGE, kemitraan itu juga dalam bentuk program Australian Award Scholarship (AAS), yaitu pemberian beasiswa kuliah bagi pemuda dan pemudi asal Indonesia pada perguruan tinggi terbaik di Australia.
Pada Rabu (25/5/2016), saya bertemu dengan dua penerima AAS, yakni Swestika Swandari dan Irmayanti.
Mereka adalah warga asal Makassar dan kini menempuh program magister pada The University of Sydney di Sydney.
Aaron memandang, adanya partnership (kemitraan) Indonesia dengan Australia melalui sejumlah program membuat hubungan kedua negara lebih baik.
Hubungan bilateral itu sempat memburuk ketika eksekusi mati terpidana "Duo Bali Nine" dan penyadapan alat telekomunikasi Susilo Bambang Yudhoyono ketika masih menjabat sebagai Presiden RI keenam.
Indonesia berulang kali "merepotkan" Australian Government lantaran sejumlah nelayan asal Sulawesi Selatan ditangkap mencuri ikan di perairan sekitar Northern Territory, lalu ditahan dan dideportasi.
Kapalnya pun turut dihancurkan.
Soal ekskusi mati dua terpidana asal Negeri Kanguru, Aaron tak menyalahkan Pemerintah Indonesia.
"Hubungan sekarang sudah membaik dan saya kira itu keputusan tepat diambil Indonesia," ujar dia.
Pada awal menerima kunjungan saya bersama dengan empat jurnalis asal Makassar, Media and Strategic Communication Australian Embassy Jakarta Emy Fitrihastuti dan Jane' Aaron menyampaikan keputusan mengejutkan.
Keputusan itu terkait dengan Pemilihan Presiden Amerika Serikat.
"Saya akan cari suaka di Australia jika Trump jadi presiden," katanya tegas dan lebih condong mendukung Hillary Clinton.
Namun, itu hanya candaan bagi Aaron yang akan kembali ke negaranya pada tahun depan.
Aaron menilai, jika Donald Trump sebagai sosok kontroversial menjadi presiden maka akan mengubah sejumlah kebijakan negara itu.(*)