Soal Reklamasi CPI dan Swasta, Walhi: Syahrul Yasin Limpo Sangat Tidak Logis
bukankah itu adalah tugas pemerintah? bukankah swasta beroperasi atas restu dan izin dari pemerintah sendiri?,”
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulsel menyebut alasan Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo terkait proyek reklamasi Centerpoint of Indonesia (COI) atau CPI di pesisir barat Pantai Losari Makassar “tidak nyambung.”
Kemarin, Syahrul menegaskan, proyek reklamasi pantai barat Makassar untuk kawasan Center Point of Indonesia (CPI), sudah sesuai dengan prosedur hukum, dan bukan untuk kepentingan bisnis belaka.
"Sekarang saya juga pertanyakan, kenapa kalian tidak persoalkan yang bukan pemerintah. Itu sudah jalan cukup banyak. Saya cuma tidak mau tunjukkan. Kalianlah yang tahu," kata Syahrul kepada tribun-timur.com di kantornya, Rabu (20/4/2016).
Baca juga: Bukti Reklamasi CPI atau COI di Makassar Tak Punya Izin
Kepala Departemen Advokasi Walhi Sulsel Muh Al Amin mengatakan, surat klarifikasi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) saat ini mulai mengakhiri spekulasi terkait ada tidaknya izin dan rekomendasi KKP terhadap reklamasi dan pembangunan CPI.
Surat klarifikasi memperjelas bahwa proyek reklamasi pembangunan CPI tidak mendapatkan rekomendasi dari KKP.
“Pernyataan Syahrul Yasin Limpo terhadap Walhi untuk mempersoalkan aktvitas pihak swasta yang merusak lingkungan hidup menurut kami sangat tidak logis,” kata Amin kepada tribun-timur.com, Kamis (21/4/2016).
Amin juga balik bertanya kepada Syahrul: mengapa Walhi yang diminta mempersoalkan swasta?
“Kalau memang swasta bersoal, bukankah pemerintah yang justru harus tampil di barisan depan untuk menyelesaikannya, bukankah itu adalah tugas pemerintah? Bukankah swasta beroperasi atas restu dan izin dari pemerintah sendiri?” kata Amin.
Selain itu, lanjut Amin, pemerintahlah yang paling mengetahui perizinan proyek-proyek pembangunan di pesisir Sulsel.
“Apakah perusahaan-perusahaan yang telah menimbun laut tersebut telah mengantongi izin lokasi, izin pelaksanaan reklamasi atau tidak tentu pemerintah kota dan provinsi yang lebih tahu.
Nah sekarang tugas pemerintah untuk mengaudit izin perusahaan-perusahaan tersebut. Jika melanggar harus segera ditindak.”
Amin pun lagi-lagi menyatakan, Walhi bersama Aliansi Selamatkan Pesisir (ASP) menolak kegiatan reklamasi yang tidak sesuai aturan dan merusak lingkungan pesisir.
“Walhi dan ASP menggugat izin pelaksanaan reklamasi yang dikeluarkan Pemprov Sulsel karena kami menilai izin tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang semestinya,
dan tidak dilandasi dengan aturan mengenai Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K),” kata Amin.
Sejak 29 Januari 2016 , Walhi bersama ASP Syahrul Yasin Limpo dan PT Yasmin Bumi Asri, (pengembang lokal yang digandeng Ciputra Group menggarap lahan 157 Ha CPI) ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Makassar.
Selasa (19/4/2016), adalah hari sidang keenam. Pokok gugatan Walhi dan ASPM adalah Surat Izin Gubernur No 644/6273/TARKIM tahun 2015 tentang Izin Pelaksanaan Reklamasi di CPI.
Syahrul sendiri mengaku akan mengikuti proses hukum itu. "Kita sudah berproses di peradilan, saya lebih senang. Dengan begitu kita bisa tahu dimana kita punya salah. Jika salah, yang sudah kita berhenti," kata gubernur mengulang sikapnya, Selasa lalu.
Gubernur tidak menyebutkan rinci, reklamasi pihak swasta yang dianggap juga bermasalah.
"Saya cuma tidak mau tunjukkan. Kalianlah yang tahu. Cuma, kenapa kalian tidak persoalkan yang bukan pemerintah? Padahal proyek yang berjalan sudah cukup banyak. Pembangunan juga berjalan aman dan tenang," kata Syahrul.
Gubernur menjelaskan, reklamasi PT Agung Podomoro Land yang dimoratorium oleh Menteri KKP, menteri Kehutanan, menteri KLH dan DPR, di Teluk utara Jakarta, berbeda dengan reklamasi di pantai barat Makassar.
"Di Jakarta itu reklamasi bisnis, kalau disini mitigasi," katanya.
Syahrul menjelaskan, masalah sedimentasi yang terus menerus dari Jeneberang menutup Pantai Losari. "Karena itu, dibuat benteng di depannya dan itu hasil kajian keilmuan. Jangan mi lagi saya terangkan karena itu lagi berproses di peradilan," katanya.
Menurutnya, pihaknya transparan soal ini. Jelas diterangkan pada publik bahwa luas reklamasi proyek CPI 157 hektar. Khusus fasilitas umum, pemerintah menyediakan 40 persen dari total luas reklamasi. Sedangkan, reklamasi di Jakarta hanya 15 persen.
Terpisah, Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Danny Pomanto menjelaskan reklamasi antara DKI Jakarta dan kota Makassar sangat berbeda.
Reklamasi di Makassar bertujuan untuk melindungi kota, dan berjalan sesuai prosedur.
Prosedur yang berlaku sesuai undang-undang yang dicantumkan pada no 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir.
"Jadi reklamasi ada dua yakni legal dan illegal. Intinya sesuai perundang-undangan,"kata Danny.[Danny: Proyek CPI Paling Besar Pelanggarannya]
Dia menyebutkan, reklamasi ilegal adalah proses reklamasi tak mengikuti prosedur.
Sebaliknya, yang legal tentu ikut aturan yang dicantumkan undang-undang.
Olehnya, menurut Danny, reklamasi Makassar tak pantas disamakan dengan Jakarta.[Pemprov-Pemkot Memanas di CPI]
Sebab, prosedur reklamasi Makassar terbagi atas tiga yakni Ruang Penataan Hijau (RPH) 50 persen, private 20 persen, dan ruang publik 30 persen.
"Sedangkan, Jakarta tak demikian." katanya.
Melanggar
Gugatan Walhi ke Gubernur dan PT Yasmin karena dianggap keputusan yang dikeluarkan Syahrul pada pembangunan reklamasi CPI melanggar berbagai aturan perundang-undangan.
Pelanggaran pertama, kegiatan reklamasi di kawasan pesisir barat makassar tidak didasari oleh peraturan daerah tentang rencana wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K).
Juga melanggar UU Nomor 1 tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ayat 30 dan 51.
Kedua, terkait dengan izin pelaksanaan reklamasi untuk pembangunan CPI yang dikeluarkan oleh gubernur Sulsel juga tak sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. (Sal/Sim/tribun-timur.com).