Pisang Goreng Plus Kopi di Rumah Terapung Danau Tempe

Laporan Ridwan Putra Tim Celebes Explore Tribun Timur with Honda

TRIBUN-TIMUR.COM -Rumah terapung di Danau Tempe Wajo yang kami singgahi dihuni satu keluarga nelayan. Terdapat dua kasur springbed bersandar di ruang tamu dan hanya terdapat sebuah kamar.

Di belakang, ada lagi dua bilik yaitu ruang
memasak dan bilik MCK seadanya.

Batangan bambu yang disusun berlapis-lapis menjadi pelampung rumah tersebut.

Rumah tersebut juga selalu bergerak di permukaan mengikuti pergerakan gelombang permukaan air yang ditiup angin.

Uniknya, penghuni rumah, Edi, mengaku rumah terapungnya ternyata tak diikat di sebuah patok atau bendara berat yang ditenggelamkan di dasar danau.

Pria yang sekaligus mengantar kami dengan katintingnya ini mengaku baru mengikat rumahnya pada patok kayu jika penghuni rumah
meninggalkan rumah dalam keadaan kosong ke kota Sengkang.

Saat tiba di rumah tersebut, keluarga Edi menyuguhkan dua piring pisang goreng “kambing-kambing” bersama segelas teh dan kopi hitam. Gula pasirnya dipisahkan dan dituang di piring kecil.

Kami menuangkan gula pasir masing-masing ke dalam gelas sesuai takaran selera.

Edi mengaku sudah pernah mengantar dan melayani turis dari sejumlah negara Eropa di rumah terapungnya. “Ada dari Spanyol, Italia,
Perancis, dan Belanda. Turis Belanda yang paling banyak pernah saya antar setelah itu turis dari Asia,” ungkapnya, belu lama ini.

Namun, sangat jarang turis asing dan manca negara itu menginap di rumahnya. Hanya wisatawan dari nusantara atau lokal yang sering menjadikan rumahnya sebagai home stay dengan tarif hanya Rp 250 ribu per malam.

Wisatawan yang menginap biasanya dijamu dengan makanan tradisional dengan lauk ikan air tawar yang didapatkan langsung dari Danau Tempe seperti ikan Nila, Mujair, Mas, Gabus, Patin, dan Balana. (*)