Tribun Opini
Musallah Benteng Ideologi Kampus di Era Digital
Oleh: Ir Zakir Sabara HW ST MT, dekan Fakultas Teknologi Industri (FTI) UMI
Saat ini, "Om Google" bisa menjadi agama baru jika kita tidak menyikapi secara bijak. Ilmu yang diperoleh dari konten informasi yang tersedia setiap saat dan setiap detik dari google itu, perlu diarahkan agar ilmu mengarah kepada Allah Subhanahu Wata'alah.
JUMAT 11 Maret 2016, seusai kerja bakti rutin Jumat bersih dan Jumatan di Masjid Umar Bin Khattab, sivitas akademika Fakultas Teknologi Industri (FTI) Univeristas Muslim Indonesia (UMI) Makassar berkumpul dan bercengkerama di Aula Ir H A Liorang Lologau MT.
Ini adalah cara keluarga kecil FTI menjaga tali silaturrahmi bersama dosen dan karyawan. Bukan hanya hari Jumat, kerap di hari-hari kerja, pertemuan informil ini digelar dengan makanan dan minuman sederhana.
Di sela-sela dialog, seorang dosen mengingatkan kembali mempercepat penggunaan Musallah AlMuhandis di Lantai II Gedung FTI.
Al-Muhandis adalah bahasa Arab yang berarti insinyur. Usulan nama Al Muhandis datang dari Muhammad Nusran PhD, di group WhatsApp; Keluarga Kecil FTI.
Dosen Teknik Industri FTI UMI inilah yang kali pertama mengusulkan pemberian nama ruang tempat solat jamaah, yang digagas sejak akhir tahun 2015 lalu.
Di bagian lain, tim multimedia FTI juga sementara merampungkan editing video profil Musalla tersebut. Biasanya, ketika konten-konten aktivitas kampus rampung, saya juga kerap mem-broadcast, materi itu ke akun personal media sosial; WhatsApp, Blackberry Massenger, Facebook, Path,Instagram, Google+ dan Linkdln.
Dua tahun terakhir, kami memang membangun kesadaran pemanfaatan dunia digital dan sosial media di lingkup fakultas. Kami berada di barisan yang optimis bahwa dunia masa depan, hanya bagi mereka yang melek digital, tak gagap teknologi dan familiar dengan sosial media.
Tak lama kemudian, muncul respon dari netizen dan relasi di media sosial.
Mereka bertanya, “kenapa mesti bangun musallah di fakultas. Padahal kampus sudah menyiapkan masjid..?
Sejenak saya diam dan merenung. Kenapa pertanyaan itu muncul? Apa yang salah dari inisiatif membangun musallah di level fakultas? Pikiran saya menerawang di 13 fakultas di kampus UMI. Memang, sejak kampus II dibangun akhir dekade 1980-an, belum ada musallah resmi di fakultas.
Hingga saat ini, 13 fakultas di Kampus II UMI, memang belum ada musallah resmi.
Kecuali Kedokteran Gigi yang sejak tahun 2014 lalu menempati gedung bekas rektorat UMI, di Kampus I, Jalan Kakatua (berhadapan stasiun TVRI Sulawesi Selatan, memiliki mesjid di lantai 2
Di kompleks gedung FKG itu juga saat ini sementara dibangun Rumah Sakit Gigi dan Mulut melengkapi saudara tuanya Rumah Sakit Islam Ibnu Sina yang terletak disamping Menara UMI Jalan Urip Sumoharjo, melengkapi sebagai pilar dakwah di bidang kesehatan milik Yayasan Wakaf UMI.
Bukan karena tidak bisa, bukan pula karena tidak mampu membangun musallah di level fakultas. Itu perkara simpel dan tidak butuh waktu lama.
Tapi saya yakin karena semua sivitas akademika masih berpegang teguh pada ‘hukum lisan” sejak era Rektor Prof Dr Abdurrahman A Basalamah bahwa semua sivitas akademik UMI harus memakmurkan masjid Umar Bin Khattab.