Warga Antre Sidang Cerai di PA Watampone, Meningkat 20 persen
Bukan kali ini saja, hari-hari lalu, PA Watampone dipadati warga terkait kasus perceraian.
Penulis: Justang Muhammad | Editor: Ilham Mangenre
TRIBUNBONE.COM, TANETE RIATTANG TIMUR- Puluhan warga antre untuk sidang cerai di Pengadilan Agama (PA) Watampone, Jl Yos Sodarso, Kabupaten Bone, Sulsel, Rabu (24/2/2016) pukul 11.14 wita.
Tempat duduk yang sediakan PA untuk mengantre penuh.
Di ruang sidang, tengah berlangsung persidangan.
Bukan kali ini saja, hari-hari lalu, PA Watampone dipadati warga terkait kasus perceraian.
"Frekuensi perceraian di Bone selalu meningkat 20 persen setiap tahun dan didominasi usia 20 sampai 40 tahun," kata Jamaluddin, panitera muda hukum PA Watampone, kepada tribunbone.com.
Menurut data yang dihimpun Jamaluddin, penyebab perceraian di usia muda adalah kawin paksa dan faktor cemburu.
"Ada 100 kasus lebih karena faktor kawin paksa dan cemburu," kata Jamaluddin.
Dari data PA Watampone gugatan yang masuk tahun 2015 sebanyak 1344 perkara yang terdiri dari gugatan cerai talak 297 dan cerai gugat 1047.
Sedangkan pada tahun 2014 hanya sekitar 1000 gugatan perceraian.
"Ada 230 kasus cerai talak. Sedangkan cerai gugat ada 918," kata Panitera Muda Hukum PA Watampone Jamaluddin, kemarin.
Cerai gugat yang diajukan pihak istri.
Cerai talak diajukan pihak suami.
Gugatan yang masuk sebanyak 1344 perkara.
Itu terdiri dari gugatan cerai talak 297 dan cerai gugat 1047.
"Akan tetapi yang diputuskan bercerai 1148 kasus, yang lainnya ada ditolak ada juga rujuk," katanya.
Tanggung Jawab Suami
Jamaluddin mengungkapkan banyaknya kasus perceraian di Bone yang diajukan pihak istri karena alasan suami tidak bertanggung jawab.
“Penyebab terbanyak gugatan perceraian di Kabupaten Bone adalah tidak adanya tanggung jawab dari suami,” kata Jamaluddin.
Tanggung jawab dimaksud, katanya, adalah suami meninggalkan istri tanpa kabar dalam waktu cukup lama.
Salah seorang wanita pemohon gugatan cerai yang minta namanya tidak disebut, mengaku menggugat cerai suaminya karena tidak adanya tanggung jawab.
"Suami saya merantau ke Malaysia, sudah 3 tahun tak pulang-pulang, tidak memberi nafkah juga, ya sudah, saya sudah cukup bersabar,” kata wanita tiga anak ini dari suaminya yang ia gugat cerai itu.
Meningkat
Selasa, 29 Desember 2015, tribun-timur.com, mengabarkan, PA Watampone menerima 2.469 pengajuan percarian pasangan suami istri di Kabupaten Bone.
Data tersebut terhitung sejak 1 Januari - 29 November 2015.
Dari 2.469 pengajuan percaraian, PA Watampone menyelasaikan 2.040 kasus perceraian.
Meningkat dibandingkan tahun 2014.
Pengadilan Agama Watampone menyelasaikan 1.999 perkara dari total pengajuan 2.205 kasus pada tahun 2014.
Menurut Jamaluddin, kala itu, tingginya angka kasus perceraian di Bone disebabkan beberapa faktor.
Sebanyak 80 persen disebabkan ketidakharmonisasin dan faktor ekonomi serta tidak adanya tanggung jawab.
"Mayoritas karena tidak harmonis, selanjutnya faktor krisis moral dan ekonomi," kata Jamal, Selasa (29/12/2015).
Semenjak itu, Jamal memerediksi, perceraian di Bone meningkat.
"Ini data Januari-November 2015 lalu belum masuk bulan ini (Desember). Pasti bertambah karena masih ada belum sidang," katanya. (*)