Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Misteri Pembunuhan Wayan Mirna Salihin

Inilah 'Pembocor' Jika Jessica Kumala Wongso Punya Pacar Bule dan Bernama . . .

Lantas siapakah kekasih Siska?

Editor: Edi Sumardi
PINIMG.COM
Jessica Kumala Wongso 

TRIBUN-TIMUR.COM - Jessica Kumala Wongso (27) dikabarkan memiliki seorang kekasih di Australia.

Hal ini disampaikan pengacara tersangka kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin tersebut, Yudi Wibowo Sukanto, beberapa waktu lalu.

Menurut Yudi Wibowo, adanya kekasih Jessica alias Siska untuk membuktikan jika kliennya itu tak memiliki hubungan khusus dengan mendiang Mirna.

Lantas siapakah kekasih Siska?

Yudi Wibowo di Mapolda Metro Jaya, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (19/1/2016), mengatakan, dia adalah Patrick.

Sementara, Edi Dermawan Salihin, ayah mendiang Mirna pun mengakui Siska punya hubungan khusus dengan seorang bule.

Pengusaha garmen dan ekspedisi ini mengetahui informasi tersebut setelah mendapatkan ‘bocoran’ data dari Konsulat Jenderal Australia.

Namun, hubungan Siska dengan bule tersebut dikabarkan sudah ‘bubar’.

"Ini sementara yang diselidiki mengapa bubar, si bule pasti cerita tuh," katanya Edi Dermawan, beberapa hari lalu pada sebuah stasiun televisi swasta.

Pada Jumat (5/2/2016), kemarin, Edi Dermawan mengaku mempunyai lagi data tentang Jessica.

Beberapa data yang didapat dari Australia bahkan menurut Darmawan sangat penting.

Edi Dermawan belum membocorkan isi data tersebut dan diklaim tak dimiliki polisi.

Bantuan Australian Federal Police

Sebelumnya, Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya meminta bantuan Kepolisian Federal Australia atau Australian Federal Police (AFP) guna mengusut tuntas penyebab terbunuhnya Mirna.

Direktur Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Krishna Murti menyampaikan hal tersebut ketika Jessica, diperiksa penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Rabu (20/1/2016).

Menurut mantan Staf Perencanaan pada Perserikatan Bangsa-bangsa di New York, Amerika Serikat ini, bantuan AFP diperlukan sebab ada sejumlah keterangan akan dicek keakurasiannya di Negeri Kanguru itu.

Saat pemeriksaan saksi, penyidik menemukan sejumlah keterangan yang dianggap janggal.

Ada serangkaian peristiwa yang seharusnya terjadi di Australia tetapi tidak terjadi.

Guna mengecek keakurasian itu, AFP, kata Krishna, akan memeriksa teman-teman mendiang Mirna di Australia.

Mereka, antara lain teman semasa menjalani pendidikan di Billy Blue College of Design, Sidney, Australia.

Namun, hingga kini hasil pemeriksaan itu belum ada kabarnya padahal Krishna menyampaikannya, hampir dua pekan lalu.

Ayah Mirna, Darmawan Salihin mengharapkan hasil pemeriksaan dilakukan AFP segera membuahkan hasil.

Ini juga untuk menjawab bagaimana sebenarnya hubungan Mirna dengan Jessica selama di Australia.

Darmawan tak mengetahui kedekatan hubungan anaknya dengan Jessica.

Termasuk apakah Jessica pernah melakukan upaya percobaan pembunuhan kepada temannya itu selama di Negeri Kangguru.

“Hmm tidak tahu ya, itu tunggu saja polisi dari Australia. Nanti ada beritanya itu,” kata dia, Senin (1/2/2016), di Mapolda Metro Jaya, sebagaimana dikutip dari TRIBUNnews.com.

Mengenai adanya hubungan istimewa antara Mirna dan Jessica, tim kuasa hukum Jessica secara tegas membantah.

Yayat Supriatna, pengacara Jessica mengatakan, hubungan kedua orang itu hanya sebatas pertemanan.

“Tidak ada kisah yang istimewa seperti yang diberitakan selama ini ya, tidak ada,” ujarnya menegaskan.

Tak Bisa Disangkal

Polda Metro Jaya menyiapkan bukti tidak terbantahkan untuk memperkuat status tersangka terkait Jessica.

"Dari pengalaman, kasus pembunuhan dengan racun itu rata-rata tidak ada pengakuan dari tersangka, sehingga dibutuhkan kejelian dan keahlian penyidik untuk membuktikan."

Hal itu dikatakan Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Muhammad Iqbal ketika ditemui di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (2/2/2016).

Ketika ditanya mengenai perkembangan kasus, Iqbal menjawab pada saat ini sedang dalam tahap penguatan bukti dan belum bisa dipublikasikan.

"Yang kami kejar bukan dari pengakuan tersangka, tapi fakta bukti yang terang benderang, yang tidak bisa disangkal lagi buktinya," katanya.

Selain itu, Polda Metro Jaya menyiapkan beberapa ahli untuk mendukung bukti, namun ia tidak mau menyebutkan berapa jumlah saksi ahli dan siapa saja saksi ahli tersebut, demi menjaga privasi.

Jessica Psikopat

Di awal kasus ini mencuat, ada pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak, menyebut Jessica psikopat.

Benarkah demikian?

Hanya penyidik dan psikolog yang memeriksanya yang tahu.

Di luar kasus kopi maut, mungkin Anda juga pernah mendengar kasus "gadis dalam kotak" di AS.

Kasus ini terjadi pada 1977, saat Cameron Hooker menculik Colleen Stan, menyimpannya dalam kotak kecil selama tujuh tahun, 23 jam sehari.

Stan hanya boleh keluar selama satu jam sehari untuk diperkosa dan disiksa secara keji.

Pada 1984, Hooker ditangkap, 1985 dijatuhi hukuman 104 tahun penjara dan diberi julukan "Psikopat Paling Keji Abad Ini".

Seperti apa psikopat itu sebenarnya dan semudah itukah kita bisa membedakan seorang psikopat, jika dia ada di dekat kita?

Secara harafiah, psikopat berarti sakit jiwa. Psikopat berasal dari kata psyche atau jiwa dan pathos atau sakit.

Sakit jiwa tidak sama dengan gila karena kalau gila, dia tidak sadar atas apa yang dilakukannya.

Seorang psikopat sadar atas perbuatannya.

Gejala psikopat disebut psikopati.

Untuk mendiagnosa apakah seseorang benar adalah psikopat atau bukan, butuh evaluasi yang ketat dan menyeluruh.

Ada tujuh tahap pemeriksaan termasuk 20 checklist psikopati Hare yang harus dijalankan.

Hare adalah nama belakang dari Robert D. Hare, Bapak Psikopati Dunia, seorang ahli psikopati dari British Columbia University yang meneliti dunia para psikopat selama 25 tahun.

Menurut penelitian, hanya 15-20 persen psikopat yang melakukan tindak kriminal.

Memahami benak psikopat

Secara fisik, tidak ada perbedaan antara psikopat dengan nonpsikopat. Ciri

paling nyata psikopat terlihat dari reaksi emosionalnya atas satu kejadian.

Seorang psikopat, kurang atau bahkan tidak memiliki reaksi emosi seperti takut, sedih atau tertekan.

Menurut Hare, selain kurang memiliki emosi, seorang psikopat juga seringkali bersifat manipulatif.

Mereka bisa berpenampilan, bersikap, dan bertuturkata sangat menyenangkan.

Selain itu, mereka juga sangat egosentris, namun punya kemampuan analisa dan kecerdasan di atas rata-rata.

Mungkin hal ini disebabkan karena mereka tidak melibatkan perasaan ketika menilai sesuatu.

Psikopat yang kriminal, hampir seluruhnya tercatat pernah berbuat keji di masa lalu.

Awalnya pada hal-hal yang dianggap remeh, misalnya binatang. Setelah itu, meningkat menjadi menyakiti manusia.

Catatan FBI mengatakan, 100 persen pembunuh serial yang mereka tangkap punya sejarah kelam sebagai penyiksa hewan di masa kecil atau remaja.

Rata-rata pembunuh serial adalah seorang psikopat, tapi tidak semua psikopat jadi pelaku kekerasan atau pembunuh baik tunggal maupun serial.

Akibat kurangnya emosi, psikopat seringkali merasa tidak bersalah jika perbuatannya merugikan orang lain.

Mereka tahu itu merugikan, tapi mereka tidak peduli karena cara pikir mereka berbeda.

Pengalaman dari James Fallon mungkin bisa jadi contoh.

Fallon adalah profesor neurosains dari University of California yang juga banyak berurusan dengan psikopat.

Satu hari, Fallon bertanya pada seorang psikopat, apakah dia menyesal telah menikam seorang perampok.

Jawaban si Psikopat, "Yang benar saja! Dia (si perampok) sengsara berbulan-bulan di rumah sakit dan aku membusuk di penjara. Aku tidak membunuhnya. Aku mencoba membebaskannya dari sengsara. Kalau aku membunuh, akan kulakukan dengan cara mengiris tenggorokannya (bukan dengan menikam). Seperti itulah aku. Aku mencoba membebaskannya."

Ketika kita menyakiti seseorang atau sesuatu, rasa sakit orang atau sesuatu itu akan membuat kita menyesal. Mengapa kita harus menyakitinya?

Sebaliknya, menjadi seorang penolong, akan membuat kita bahagia. Empati ini mungkin tidak akan Anda lihat pada seorang psikopat.

Emosi psikopat bukan emosi spontan

Christian Keysers Ph.D., kepala laboratorium Netherlands Institute for Neuroscience dan tim mengadakan penelitian selama dua dekade untuk membuktikan, apakah memang benar psikopat tidak memiliki empati.

Tim membawa 21 terpidana psikopat pelaku kekerasan untuk melakukan scan otak.

Setiap pasien ditunjukkan adegan film yang memperlihatkan orang-orang menyakiti satu sama lain sementara aktivitas otak mereka diukur dengan menggunakan fMRI.

Pertama, pasien hanya diberitahu untuk menonton film dengan hati-hati.

Kemudian, Harma Meffert, mahasiswa doktoral yang terlibat dalam penelitian pergi ke ruang scanner dan memukul tangan para psikopat untuk melokalisasi daerah otak yang mengatur reaksi atas sentuhan dan rasa sakit.

Peneliti melakukan hal yang sama terhadap 26 relawan pria nonpsikopat, yang berusia dan ber-IQ sama dengan para psikopat.

Hasil penelitian, yang sudah diterbitkan dalam jurnal Brain, menunjukkan bahwa aktivasi motorik, somatosensori dan daerah otak yang mengatur emosi, jauh lebih rendah pada pasien dengan psikopati dibandingkan subjek normal. Sampai di sini, teori yang menyebutkan bahwa psikopat kurang atau tidak punya emosi, nampaknya benar.

Valeria Gazzola, peneliti yang juga menjabat kepala lab, menyarankan agar relawan psikopat menonton film lagi, sambil meminta agar mereka mencoba berempati kepada tokoh korban di film itu.

Dilihat dari hasil fMRI, imbauan Gazolla yang sederhana itu ternyata mampu mengaktifkan bagian otak yang mengatur emosi. Para psikopat mampu berempati ketika disuruh untuk itu.

Bagi kebanyakan kita, rasa empati adalah sesuatu yang otomatis muncul ketika melihat kesedihan atau ketidakadilan.

Tidak demikian dengan cara kerja otak psikopat.

Jika mereka ingin, mereka dapat berempati. Ini juga menjelaskan bagaimana mereka bisa begitu menawan sekaligus begitu manipulatif.

Setelah Anda melakukan apa yang menjadi tujuan mereka, bagian otak yang mengatur emosi kembali tidak aktif.

Mereka kembali tidak punya rasa empati terhadap penderitaan orang lain.

Tampaknya individu dengan psikopati memiliki pola kerja otak yang berbeda.

Tombol otomatis yang menyalakan reaksi empati mereka nampaknya mati.

Masih banyak yang perlu dipahami tentang mengapa dan bagaimana individu dengan psikopati memiliki potensi untuk berempati tapi potensi ini bisa mati secara tiba-tiba.

Untuk para terapis yang sering menangani pasien psikopat, temuan ini menunjukkan bahwa mungkin pendekatan terbaik bukanlah mengajar para psikopat berempati - mereka bisa berempati jika mereka mau dan merasa perlu.

Mungkin, para psikopat perlu didorong atau dilatih untuk selalu dan selalu berempati, sebelum kekerasan menjadi bagian dari gaya hidup mereka.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved