Cara Gantung Diri yang Benar
Menggantungkan diri kepada Allah swt dan berserah diri kepada-Nya merupakan implementasi dari tawakkal yakni setelah berusaha bergantung pada syariat
Gantung diri adalah jalan pintas menuju kematian secara sengaja dengan berbagai modus. Umumnya menggunakan tali yang menghasilkan sebuah lingkaran dengan ujung tali diikat ke suatu benda yang kuat untuk menopang diri lebih tinggi. Lalu pelaku memasukkan leher ke lingkaran tersebut dan menggantung dirinya. Biasa pula dengan cara mengikatkan ujung atas kain atau semacamnya pada tiang melintang atau plafon dan kusen rumah sembari melilitkan ujung bawah kain tersebut ke leher secara ketat dan kuat kemudian bergelantungan.
Selain gantung diri, jalan pintas yang sering dilakukan adalah menikam diri sendiri, sengaja membakar diri sampai mati, menembak kepala sendiri atau memotong nadi dengan silet. Ada juga dengan cara memegang aliran listrik tegangan tinggi, meloncat dari ketinggian, menenggelamkan diri ke laut hingga menggilaskan diri di rel kereta api atau sengaja menabrakan diri pada kendaran berlaju kencang. Cara lain dengan minum racun tikus, minum obat nyamuk, dan semacamnya.
Koran Tribun Timur edisi Kamis (15/4/2015) melansir bahwa dalam kurun waktu 2014-2015, kasus bunuh diri di Sulawesi Selatan mencapai angka 20 orang. Sebanyak 10 di antaranya memilih bunuh diri dengan cara gantung diri. Pelakunya antara usia 15 tahun hingga 53 tahun. Penyebabnya berbagai faktor. Di antaranya terutama karena putus cinta, himpitan ekonomi, dan penyakit menahun yang tidak kunjung sembu. Namun yang terbanyak adalah karena depresi sebagaimana yang menimpa diri Hartinah (17) yang gantung diri di rumahnya, Ujung Lamuru, Kabupaten Bone, Selasa (14/4/2015) lalu.
Hartinah, siswi kelas II SMAN Lappariaja Bone, adalah ponakan saya. Bapaknya bernama Baba. Ibunya, Tati sepupu dengan saya. Hartinah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakaknya bernama Masnah menetap di Jakarta dan adik Hartinah bersama kedua orangtuanya menetap di Kalimantan.
Hartinah tinggal sendiri di rumahnya, Ujung Lamuru. Saya kenal baik Hartinah, gadis cantik ABG berjilbab, penyabar dan taat beribadah. Terakhir saya ketemu dengannya saat liburan Idyl Fitri 1435/2014 di kampung, Ujung Lamuru.
Pilihan
Bunuh diri karena depresi yang sedang dialami seseorang kemudian melakukan gantung diri tentu merupakan pilihan yang benar menurut Hartinah, tetapi menurut dalil agama (QS. al-Nisa/4:29) adalah pilihan yang salah. Sama halnya dengan beberapa kasus bom bunuh diri dengan alasan jihad merupakan pilihan benar bagi pelakunya, namun menurut dalil agama adalah sebagai bentuk terorisme dan kekerasan yang harus dihindari (QS. al-Nahl/16 : 126).
Jihad dengan cara terjun menyerang ke medan perang, mempertaruhkan nyawa demi agama memiliki dua konsekuensi yakni hidup atau mati. Jika ia hidup, ia menjadi pahlawan berjasa yang dihormati. Jika mati, ia menjadi syahid yang dimuliakan. Inilah pilihan yang benar. Sementara menyerang seraya mengikatkan bom atau bahan peledak di badan konsekuensi hanya satu yaitu 100 persen konyol, mati bunuh diri. Inilah pilihan yang salah.
Islam tidak mengajarkan doktrin bunuh diri dengan berbagai metode dan mekanisme yang ditempuh untuk mengakhiri hidup. Apalagi dengan cara gantung diri. Tetapi yang diajarkan adalah menggantungkan diri sepenuhnya kepada Allah swt. Firman-Nya, Qul inna shalatiy wanuskiy wamahyaya wamamati lillahi rabb al-alamin la syarikah lahu wabizalika umirtu wa’ana awwalul muslimin.
Artinya: Katakanlah, sesungguhnya salat dan ibadahku, hidup dan matiku tergantung hanya kepada Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Demikianlah aku diperintah sebagai utama orang-orang yang berserah diri (QS. al-An’am/6: 163).
Berserah Diri
Menggantungkan diri kepada Allah swt dan berserah diri kepada-Nya merupakan implementasi dari tawakkal yakni setelah berusaha bergantung diri pada syariat Allah dengan cara melakukan segala yang diperintahkan-Nya. Hasil akhir dari usaha tersebut digantungkan lagi kepada-Nya dengan cara berserah diri, menyerahkan segala keputusan dari-Nya.
Sikap tawakkal adalah menggantungkan rasa pasrah hamba kepada Allah swt yang disertai dengan segala daya dan upaya mematuhi, setia dan menunaikan segala pertintah-Nya, menjauhi larangan-Nya. Orang yang mempunyai sikap tawakkal akan senantiasa bersyukur jika mendapatkan suatu keberhasilan dari usahanya.
Hal ini karena ia menyadari bahwa keberhasilan itu didapatkan karena tergantung pada kehendak Allah swt. Sementara itu, jika mengalami kegagalan, orang yang bertawakal akan senantiasa merasa ikhlas menerima keadaan tersebut tanpa merasa putus asa dan larut dalam kesedihan. Itu karena ia menyadari bahwa segala keputusan tergantung kepada Allah swt dan pastilah yang terbaik.
Konsekuensi tawakkal, menjadikan seorang hamba lebih termotivasi untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah, bersungguh-sungguh dalam melalukan aktivitas, tahan uji dan banting terhadap problematika kehidupan yang dihadapi. Juga mampu melewati segala cobaan dan selalu bersyukur kepada-Nya jika mendapatkan keberhasilan.
Jika gagal tidak gantung diri dengan tali atau kain dan semacamnya untuk mengakhiri hidupnya, melainkan menggantungkan diri kepada-Nya sembari instropeksi diri sehingga pikirannya selalu positif terhadap segala ketentuan-Nya. Dengan demikian, cara gantung diri yang benar adalah bertawakkal kepada Allah swt. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq.
Oleh;
Mahmud Suyuti
Mubalig DPP IMMIM - Mantan Ketua Umum Ikatan Pelajar Pemuda Mahasiswa Ujung Lamuru (IPPM-UL) Bone