Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Murid SD di Kampung Wapres JK

Aba-aba Merah Putih Bergelantung, Taklukkan Jembatan Maut

Setiap hari, puluhan murid dari Desa Biru bergelantung pada kawat berkarat untuk menyebrangi Sungai Hulo.

Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Suryana Anas
muh Abdiwan/tribun timur
Murid Sekolah Dasar (SD) Inpres 657 Hulo, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone, bertaruh melewati kawat bekas jembatan gantung di atas sungai Hulo, Bone 

Laporan wartawan Tribun Timur, Muh Hasim Arfah

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -Matahari masih belum terlihat Ardiansyah sudah mulai berkemas. Baju putih dan celana merah sudah mulai dipasang. Air dingin Desa Hulo, Kecamatan Kahu, Kabupaten Bone tak membuat malas menyirami tubuh kecilnya.

Desan Hulo berjarak sekitar 120 KM ke arah timur Kota Watangpone, Kabupaten Bone. Desa ini dapat ditempuh dengan perjalanan sekitar 2 jam.

Murid kelas IV Sekolah Dasar (SD) Inpres 657 Hulo, Jl Poros Pallattae-Camming pun mulai bergegas, takut telat masuk sekolah. Apalagi semalam hujan deras melanda desanya. Ardi pun memanggil dua temannya.

Pagi itu, Ardi dan dua teman sekelasnya, Muh Ilham dan Elistiana siap menantang maut. Bergelantungan di atas kawat sepanjang 30 meter Sungai Hulo. Sepatu pun mereka lepas, hanya kaki telanjang untuk melewati kawat.

Sepasang kawat itu sudah setahun lebih menjadi saksi “pertarungan” murid merah putih itu melawan maut. Setelah setahun lalu jembatan yang menghubungkan Desa Kahu dengan Desa Biru, Cenrana dan Desa Palakka hancur.

Setiap hari, puluhan murid dari Desa Biru bergelantung pada kawat berkarat untuk menyebrangi Sungai Hulo. Mereka harus ekstra konsentrasi berpegang pada kawat. Satu murid meneriakkan kata aba-aba ketika lima anak sudah mulai bergelantungan.

Jika melebihi lima anak kawat besi itu kendur sehingga mereka sulit memanjat naik ke sisi kawat.

“Satu, dua, tiga, ulangi lagi, satu, dua, tiga,” kata murid terdepan sembari anak di belakang menggeserkan kaki dan tangan secara bersamaan.

Setelah hampir 15 menit, lima anak sudah lewat. Menunggu anak berikutnya yang sudah mengantri sejak tadi.

Tidak mudah melewati kawat panjang itu, murid-murid harus pasang urat kuat-kuat dan konsentrasi tepat, salah sedikit, nyawa taruhannya.

Ketika dihampiri awak Tribun, suara ngos-ngos dengan keringat bercucuran, 'labe si ki (akhirnya lolos lagi)," ucap murid.

Warga Kahu, Unding (31) jembatan itu sudah setahun lebih ambruk namun hingga saat ini masih belum juga diperbaiki.

"Mittani mappakkoro, iya pura to labe koro, maressa, tapi pintar anak-anak di situ, orang tua pesan harus kompak kalau lewat, (sudah lama begitu, saya juga pernah lewat di situ, susah)," kata warga Kahu, Unding (31), Rabu (11/3/2015).

Jika air tinggi, bisa-bisa murid SD Inpres 657 Hulo tak ke sekolah. Gurunya pun memberikan mereka “cuti” dua bulan jika memang air deras.

Murid SD yang belum berani lewat, bapak mereka memilih untuk menggendong meski harus meninggalkan sawah dan kebun.

“Kalau berani bisa lewat kalau tidak digendong sama bapaknya. Tapi kalau air deras dan tinggi bapak pun tak mau,” kata Unding. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved