Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ini Dia Dalang Pernikahan Bagus Kodok dengan Makhluk Halus

Perkawinan Bagus Kodok Ibnu Sukodok dengan Peri Setyowati yang notabene adalah makhluk tak kasat mata tentu peristiwa yang tak masuk nalar

Editor: Edi Sumardi
Kompas.com
Prosesi siraman dalam pernikahan Bagus Kodok Ibnu Sukodok (63) dengan Peri Roro Setyowati, makhluk halus, di Ngawi, Jawa Timur, Rabu (8/10/2014). 

Bram: Acara pertama dikenalkan ke masyarakat oleh wartawan daerah yg biasa bikin straight news dan hanya melihat sisi sensasionalnya. Tidak sisi budayanya, tidak pula sisi seninya. Sehingga yang berkembang seakan ini suatu kemusyrikan, suatu persekutuan dengan jinn ato setan, padahal tidak seperti itu. Setyowati bukan seorang jin ato setan. Setyowati adalah seorang danyang, leluhur yang karena ketinggian ilmunya dan ketulusannya tetap hidup dan mendapat rezeki dan syafaat dari sisiNya meski kelihatannya mereka mati. Sebagian bahkan tidak mati melainkan moksa, dan di dalam wacana keislaman mereka lebih tepat disepertikan Nabi, mungkin terkhusus Nabi Khidr, atau juga seperti mursyid dan aulia. Mereka semua telah didiskreditkan seakan mereka jinn, maka itu mereka hadir memberi restu dan menyaksikan prosesi Mbah Kodok rabi peri Setyowati. Karena itu saya dan kami yakin Ratu Kidul, Pangeran Surya Kencana, Brawijaya Pamungkas, Sabda Palon dan Naya Genggong hadir dan kami umumkan hal tersebut di siaran pers dan undangan.


Tanya: Apa perlunya acara ini diadakan?

Bram: Ini adalah tonggak sejarah dalam budaya Jawa karena beberapa hal. Pertama, ini pertamakalinya pria Jawa rabi peri di alam manusia. Kedua, ini pertamakali Sabdo Palon dan Naya Genggong membuat 'penampakan' setelah sirna ilang kertaning bhumi runtuhnya Majapahit. Tiga, ini tonggak sejarah hubungan manusia dengan dhanyang, membalikkan hubungannya ke posisi sehat yakni bekerjasama untuk bagusnya ekologi, sosial dan budaya setempat. Keempat ini membalikkan mitos semula bahwa "hanya darah raja" yang bisa kawin dengan mahluk halus.

Tanya: Anda menganggap Sabdo Palon dan Naya Genggong (SP dan NG) sudah saatnya kembali menampakkan diri, karena situasi sudah mulai kondusif?

Bram: Sabda Palo dan Naya Genggong ini hadir karena budi mulai kecambah lagi di Nusantara. Saya dan Zastrouw al Ngatawi ngasih pidato mintilihir soal karya ini kepada hadirin. Sesungguhnya para Javanis di tahun 1945 yakin bahwa SP dan NG telah kembali dan era ratu adil telah tiba. Namun, karena krisis politik diselesaikan dengan pertumpahan darah orang tak berdosa masa itu tak mampu membangun peradaban berdasarkan budi. Bahkan Orde Baru yang berdiri atas penyelesaian berdarah krisis politik hanya mampu menghabiskan sumberdaya alam dan menumpuk hutang sementara harta dan kuasa hanya di segelintir orang sampai sekarang. Tak mampu ia bangun peradaban berdasarkan budi. Reformasi demikian juga. Maka sekarang ada Revolusi Mental dan ada tanda-tanda Jokowi punya kemampuan memenangi krisis-krisis politik tanpa pertumpahan darah maka karya ini juga "menyambungkan lidah para dhanyang tanah Jawa" yang mendukung Revolusi Mental, untuk kita semua membangun peradaban berdasarkan budi. Dengan menuangkan budi ke kehidupan di sekitar kita kesejahteraan kita jiwa raga meningkat beberapa derajat tanpa biaya materi. Hadirnya budi keliyak sejak tsunami, gempa, gunung meletus, bahkan bencana politik Orba ngancem nguntal negeri ini kembali, relawan muncul. Relawan itulah kecambahnya budi dan ujung tombaknya budi dan juga motor utama terselenggaranya upacara Mbah Kodok Rabi Setyowati itu. Acara ini memang dieksekusi sebagai upacara.


Tanya: Jika kemudian ada sebagian orang menerjemahkannya menyimpang dari yang sampean harapkan, menurutmu ada di mana kekeliruannya?

Bram: Karya seni tentu bebas diinterpretasikan bagaimanapun juga. Saya hanya ingin menjelaskan bilamana mulai menjurus tuduhan musyrik. Setyowati dan undangan ghoib tak seorangpun berupa jin, semua dhanyang besar dan kecil, yang wafat maupun moksha namun masih dengan senang hati berdialog dengan kita yang mau mendengarkan mereka. Mereka bersama adalah roh-roh para mulia di masalalu Nusantara. Mereka suka dengan acara ini, dan tentunya sebagaimana sebuah perkawinan akan ada acara selanjutnya ... tunggu tanggal mainnya. Tiada satupun bagian acara ini yang menyembah mahluk halus dengan pretensi uang atau kekuasaan. Tidak ada permohonan syirik. Yang ada adalah daup, rabi, yang beda dengan nikah yang memiliki kaidah fikh sendiri. Sedangkan daup adalah lebih suatu upacara teatral nikah lebih mirip perjanjian kepemilikan perempuan. Maka itu bagus dipentaskan. Apalagi mengingat berbagai perayaan kawinan di masyarakat kita telah sulit dinikmati sebagai kegembiraan, musik jelek terlalu keras, pedato gak mutu dan sumbangan dan kebosanan, membuat keluhan tentang undangan kawin banyak kudengar. Jadi ini juga membawa memori orang desaku kembali ke syukuran dengan khidmat dan ikhlas bersama-sama membuat keindahan.


Tanya: Bisa cerita, berapa banyak tamu yang datang? Mereka terdiri dari kalangan apa saja?

Bram: Kalo gak salah sebagian besar pejabat lokal bahkan pejabat dari jauh berpangkat Kombes POLRI dari Bandung dan Kalimantan hadir. Benar-benar suasananya seperti pesta rakyat. Pihak yang kontra cenderung dengan alasan musyrik tapi Kiai-Kiai di sekitar sini mendukung bahkan banyak yang hadir.


Tanya: Sebagian kalangan menganggap, anda akan menghidupkan kembali animisme dan dinamisme, apa tanggapan anda?

Bram: Aku nggak pernah menggunakan term fikh ‘pernikahan’ karena ini perkawinan atau daub atau rabi dengan menggunakan adat jawa lengkap dengan prosesi mulai dari malam midodareni sampai siraman, sanding dan jebol penganten.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved