Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ramadan Interaktif

Apa Bisa, Musafir Berhubungan Badan Disiang Hari?

Jawaban Kabid Urais Kemenag Sulsel, Kaswad Sartono.

Penulis: Saldy Irawan | Editor: Ina Maharani
zoom-inlihat foto Apa Bisa, Musafir Berhubungan Badan Disiang Hari?
shutterstock

Laporan wartawan Tribun-Timur, Saldy.


Interaktif ramadhan: kami suami isteri musafir d bulan ramadhan n kami berbuka puasa krn kami musafir. Bolehkan kami melakukan hubungan badan d siang ramadhan (kami kan musafir) ? Kl kami melakukanx apa konsekuensi hukumx ?
+628977359xxx

Penanya yang budiman, salah satu orang yang diberi keringan (rukhshah) oleh Allah, yang boleh berbuka puasa di bulan Ramadhan adalah musafir (QS al-Baqarah:
184), namun wajib membayarnya di hari lain (mengqadha).

Imam Abu Hanifah, Imam Syafi'ie dan Imam Malik sebagaimana dikutip Sayid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Sunnah bahwa  berdasarkan ayat Alqur'an dan beberapa hadis Nabi ketiga ulama tersebut berpendapat bahwa berpuasa lebih utama bagi yang kuat melakukan, dan berbuka lebih utama bagi yang tidak kuat berpuasa.

Nah, jika memperhatikan pendapat ketiga ulama besar yang hampir
seluruh pendapatnya menjadi rujukan para ulama kontemporer seluruh
dunia  saat ini, maka sesungguhnya para musafir yang mendapat
keringanan (rukhshah) boleh berbuka puasa karena ada unsur 'kesulitan'
(masyaqqah), sedangkan bagi musafir yang tidak menghadapi kesulitan, lebih afdhal tetap menjalankan ibadah puasa.

Kemudian, terkait pertanyaan Penanya, kalau suami isteri dalam keadaan musafir kemudian melakukan hubungan suami isteri disiang hari bulan Ramadhan, misalnya warga Makassar bepergian ke Jakarta dengan naik pesawat, kemudian selama di Jakarta tinggal di hotel. Pertanyaan yang berikutnya adalah ketika di hotel itu adakah kesulitan berpuasa atau tidak? Jika tidak ada, berarti berpuasa lebih afdhal.

Penanya yang Budiman, dari berbagai kitab yang saya baca terkait dengan pertanyaan ini, saya tidak menemukan satu pun ayat atau hadis yang menjelaskan ada seorang musafir kemudian melakukan hubungan suami isteri. J

ustru banyak hadis menjelaskan tentang keadaan musafir yang diperkirakan ada kesulitan di perjalanan atau sedang menghadapi musuh, sehingga berbuka puasa lebih afdhal karena bisa menguatkan dirinya sebagaimana yang diriwayatkan oleh imam Muslim, Ahmad dan Abu Daud.

Sedangkan kalau ada niat, apalagi kalau ada kesempatan untuk melakukan hubungan suami isteri berarti kemudahan dan kenikmatan yang dihadapinya, bukan kesulitan. Padahal secara filosofis, diperolehnya rukhshah karena ada masyaqqah (kesulitan).

Oleh karena itu, menurut hemat saya istilah 'musafir' tidak bisa diartikan secara kebahasaan semata, namun juga secara filosofis, jika kondisinya tidak memberatkan
puasa sebaiknya tetap berpuasa, apalagi puasa Ramadhan yang pahalanya luar biasa, walaupun di satu sisi Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa berbuka lebih afdhal karena memilih yang lebih ringan, kemudian wajib qadha karena memang ada dalilnya yakni orang yang sakit dan bepergian diperbolehkan berbuka puasa. Wallahu bi shawab.


Jawaban Kabid Urais Kemenag Sulsel, Kaswad Sartono.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved