ICATT Layangkan Protes ke Kemenag RI Terkait Pembatasan Camaba ke Mesir, Sudan dan Maroko
Ketua Umum ICATT Indonesia, Dr Andi Aderus mengatakan, pada tanggal 15-16 Juni 2019 telah dilaksanakan ujian tes seleksi studi ke timur tengah untuk
Penulis: Wahyu Susanto | Editor: Syamsul Bahri
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah (ICATT) Indonesia, melayangkan sikap kepada Kementerian Agama (Kemenag) RI, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Hal itu terkait sejumlah kebijakan baru dalam seleksi penerimaan calon mahasiswa baru (Camaba) 2019-2020 yang diambil Kemenag RI.
Ini Hukumnya Menikah di Bulan Syawal Menurut Ustadz Abdul Somad (UAS)
Petani Asal Selayar ini Poligami, Istrinya Malah Bilang Begini
Ketua Umum ICATT Indonesia, Dr Andi Aderus mengatakan, pada tanggal 15-16 Juni 2019 telah dilaksanakan ujian tes seleksi studi ke timur tengah untuk Camaba dari Indonesia.
Seleksi itu dilaksanakan oleh Kementrian Agama RI yang bertempat di beberapa Universitas Islam Negeri (UIN) di Indonesia.
'Tes ini diikuti oleh ribuan putra-putri bangsa dari Sabang sampai Marauke, berjuang untuk bisa menuntut ilmu di negeri para Nabi. Setelah mengikuti tes, para calon mahasiswa mengeluh dengan tahapan tes berikutnya yang mengharuskan mereka untuk ke Jakarta," ucap Dr Andi Aderus, Jumat (17/6/2019).
Sebelumnya, melalui surat edaran Kemenag RI dengan nomor 8-1440/Dj.l/Dt.l.lll/PP.00.5/05/2019, memang terdapat beberapa perubahan kebijakan.
Diantaranya adalah pembatasan kuota Camaba untuk lolos dan menimbah ilmu di negeri timur tengah.
Pada periode penerimaan tahun 2018-2019, tercatat sekitar 2.000 orang kuota yang ditetapkan lolos baik melalui jalur non beasiswa maupun beasiswa.
Melihat beberapa kebijakan baru yang ditetapkan oleh Kementrian Agama RI, ICATT Indonesia pun melayangkan protes.

1. Kebijakan Kemenag RI dalam membatasi jumlah mahasiswa yang lulus ke Mesir hanya 750 orang saja pada tahun ini (2019).
Dari 750 tersebut, yang beasiswa 150 dan nonbeasiswa 600 orang. Sementara Universitas Al-Azhar, Mesir, tidak pernah membatasi jumlah mahasiswa pada setiap tahunnya.
2. Kebijakan Kemenag ini telah menutup kesempatan bagi putra putri terbaik Indonesia yang ingin menimba ilmu di Universitas Islam terbesar tersebut.
3. Sungguh tidak berdasar jika jumlah mahasiswa yang ingin berangkat dengan biaya sendiri (non-beasiswa) dibatasi hanya sampai 600 orang. Mengingat mereka berangkat serta studi di Mesir dengan biaya sendiri dan tidak menggunakan uang dari Kemenag RI. Disamping itu, dengan adanya pembatasan jumlah Camaba ini akan semakin mengurangi dan menutup ruang dalam menyebarkan Islam Moderat (Wasathiyah) di tanah air yang sejalan dengan visi-misi al-Azhar.
4. Mengharuskan ujian tes wawancara tatap muka dilaksanakan di Jakarta. Ini merupakan kebijakan yang tidak logis dengan memperhatikan luas geografis Negara Republik Indonesia. Akan sangat mahal dan berat biayanya bagi Camaba khususnya yang berada di wilayah timur Indonesia untuk datang ke Jakarta. Sementara mereka belum dipastikan akan lulus, dan bisa kuliah di Universitas Al-Azhar. Kebijakan ini merupakan praktek sentralistik yang kembali dijalankan.
5. Banyak kebijakan Kemenag RI dalam hal seleksi calon mahasiswa ke Timur Tengah sepertinya tanpa ada koordinasi dengan Organisasi Internsional Alumni Al-Azhar (OIAA) kantor Indonesia. Dimana seharusnya OIAA menjadi fasilitaor utama, sekaligus menjadi mitra Kemenang RI dalam dalam pengiriman putra putri Indonesia untuk belajar di Al-Azhar.