Pembukaan Lahan Massif Ancam Ekosistem Air dan Tanah di Enrekang
Namun, kepedulian akan lingkungan nampaknya masih menjadi momok di sejumlah daerah, seperti di Kabupaten Enrekang.
Penulis: Muh. Asiz Albar | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUNENREKANG.COM, ENREKANG - Hari ini, Senin (22/4/2019) merupakan hari Bumi yang diperingati secara internasional.
Dalam Hari Bumi Sedunia tentu identik dengan kepedulian kondisi ekosistem lingkungan hidup di sekitar.
Namun, kepedulian akan lingkungan nampaknya masih menjadi momok di sejumlah daerah, seperti di Kabupaten Enrekang.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Enrekang mayoritas ekosistem sungai dan tanah sudah mulai tercemar dan rusak.
Dari empat aliran sungai utama yang mengalir di 12 titik Kecamatan di Kabupaten Enrekang dari pengujian pada tiga titik yakni hulu, tengah dan hilir menunjukkan status mutu air mayoritas sudah mengalami tercemar ringan sebanyak 8 titik.
Sementara status mutu air yang masuk kategori memenuhi baku mutu ada empat titik yakni hulu Sungai Kecamatan Curio, Hilir Sungai Mata Allo Galonta, Tengah Sungai Bulu Cendana dan Hulu Sungai Bulu Bungin.
Menurut Kasi Pencemaran Lingkungan Hidup DLH Enrekang, Jasmawati Mahmud, data pencemaran air sungai tersebut berdasarkan pengujian laboratorium terhadap sampel air dari masing-masing aliran sungai.
"Jadi sebenarnya, kondisi kekeruhan air sungai tentu berpengaruh sekali. Untuk aliram yang penuhi baku mutu air sungai pun masih kategori kelas dua, hanya bisa dipakai mencuci, irigasi dan lainnya, belum bisa untuk konsumsi langsung," kata Jasmawati Mahmud, Senin (22/4/2019) siang.
Ia menjelaskan, faktor penyebab utama tercemarnya aliran sungai adalah aktivitas dari manusia sendiri.
Seperti pembukaan lahan dan hutan yang berlebih, itu bisa menimbulkan suatu tindakan kurusakan ekosistem.
"Penebangan pohon pada bagian hulu sungai juga banyak yang mengakibatkan sedimentasi dan kekeruhan sungai. Juga buang sampah sembarangan sangat merusak lingkungan air," ujarnya.
Tak hanya aliran sungai, ekosistem tanah di Kabupaten Enrekang juga mulai mengalami kerusakan, khususnya di Kecamatan Anggeraja.
Dari 20 titik sampel tanah yang diuji oleh DLH Enrekang di Desa Bambapuang, Tanete, Tontonan dan Manguguh, Kecamatan Anggeraja, diperoleh hasil rusak ringan.
Kecamatan Anggeraja dijadikan sampel karena didasarkan pada peta potensi kerusakan lahan pertanian.
"Dari 20 titik sampel semuanya menunjukkan hasil rusak ringan, salah satu faktornya ya karena penggunaan pestisida," tutur Jasmawati.
Ia menamkan, makin massifnya pembukaan lahan dan penggunaan pestisida maka akan mempengaruhi mutu dalam hal ini pH tanah tersebut.
Jika dibiarkan, maka akan mengakibatkan kerusakan tanah secara massif, sebab pengaruh keruskaan lingkungan tidak secara langsung terasa butuh waktu lama untuk merasakan dampaknya.
(tribunenrekang.com)
Laporan Wartawan TribunEnrekang.com @whaiez