Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemilu 2019

Cerita Susahnya Nyoblos Tanpa Panggilan, Disuruh ke Kelurahan Dulu, Aturan Tak Tersosialisasikan

"Alhamdulillah akhirnya bisa memilih, meski berdebat dulu dengan petugas. Seandainya saya tidak ngotot, mungkin suara saya menghilang akhirnya," ujarn

Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Ina Maharani
Tribunnews

Makassar, Tribun - Aturan bisa memilih jika nama terdaftar sebagai DPT, meski tak menerima surat undanganmemilih (C6) ternyata tidak tersosialisasikan dengan baik, ke petugas-petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Pemilu 2019.

Menurut aturan yang dipaparkan oleh  Komisioner KPU Makassar, Gunawan Mashar, Senin (15/4/2019) lalu bagi pemilih yang tidak memiliki surat panggilan tapi namanya terdaftar di TPS bisa tetap mencoblos pukul 07.00 hingga pukul 13.00 wita.

Menurut Gunawan, yang namanya ada dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di tps tersebut, memilih dengan membawa:

a. C6 dan KTP-el. Jika tak membawa KTP elektronik, bisa diganti dengan kartu identitas lain, yakni Suket, SIM, Kartu Keluarga atau paspor.

b. Jika tak membawa C6, bisa membawa Ktp el atau identitas lain.
"Anda tidak mendapatkan C6, tetapi anda masuk dalam daftar pemilih tetap itu bisa menggunakan KTP El dan identitas lainnya untuk mencoblos. waktunya kapan mencoblos? jam 7 pagi sampai jam 12 siang," katanya.

Seperti yang dialami salah seorang warga, Ina, saat menyalurkan hak suara di TPS 23 Mangasa, Kecamatan Tamalate.

Seperti dipaparkan kepada Tribun Timur, sesuai aturan yang berlaku Ina datangs ekitar pukul 11.30 wita di TPS tersebut.

Namun dua petugas KPPS di lokasi tersebut tidak memperbolehkannya untuk memilih.

"Petugas KPPS pria dan wanita. Kata yang laki-laki, karena nama saya terdaftar tapi tidak ada surat, saya tidak bisa mencoblos. DI atas jam 12 juga tidak bisa. Alasannya karena surat saya sudah dikembalikan ke kelurahan. Kalau mau mencoblos, diminta ambil dulu ke kelurahan suratnya," ujar Ina.

Tidak mau kehilangan suaram Ina mengaku ngotot dan berdebat dengan petugas. Karena, ia mengetahui aturan dari KPU yang memperbolehkan hal tersebut.

"Saya berdebat dengan petugas. Namun ia ngotot tidak bisa dan harus ke KPU. Saya juga tidak mau kehilangan hak suara. Katanya sudah aturannya seperti itu. Ia mengaku diinformasikan oleh orang kelurahan seperti itu pada rapat terakhir. Saya sampai bertanya, apakah yang membuat aturan pemilu itu kelurahan atau KPU," ujarnya.

"Karena saya terus berdebat, akhirnya ia memanggil petugas Bawaslu yang ada di lokasi, untuk meminta solusi. Petugas itulah yang kemudian menelopon untuk meminta saran. Setelah ia menelepon, petugas Bawaslu menginformasikan bahwa memang bisa mencoblos meski tak ada surat undangan, jika nama terdaftar," papar Ina.

"Tapi kemudian petugas KPPS itu masih tidak yakin. Ia bingung, saya harus pakai surat suara yang bagaimana, dan bagaimana bentuk pelaporannya. Lalu petugas Bawaslu kembali menelepon. Baru kemudian petugas KPPS itu mendapat penjelasan bagaimana caranya," ujar Ina.

Dipaparkan Ina, baru setelah itu petugas KPPS TPS 23 Mangasa mempersilahkan dirinya untuk memilih, dengan jalur biasa.

"Alhamdulillah akhirnya bisa memilih, meski berdebat dulu dengan petugas. Seandainya saya tidak ngotot, mungkin suara saya menghilang akhirnya," ujar Ina.

Petugas setempat pun meminta maaf dan mengaku bingung karena aturan tersebut tidak disampaikan saat rapat terakhir. "Katanya, di rapat terakhir, jika ada yang ada namanya di DPT tapi tak dapat surat, bisa ke kelurahan, karena jumlahnya sudah dilapor," ujarnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved