TRIBUNWIKI - Societeit De Harmonie dari Tempat Perkumpulan Pedagang hingga Gedung Kesenian Sulsel
TRIBUNWIKI - Societeit De Harmonie dari Tempat Perkumpulan Pedagang hingga Gedung Kesenian Sulsel
Penulis: Nur Fajriani R | Editor: Arif Fuddin Usman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Masyarakat Kota Makassar pastinya tidak asing lagi dengan Gedung Kesenian Sulawesi Selatan (Sulsel) Societeit De Harmonie.
Saat ini gedung tersebut menjadi tempat menampilkan berbagai pertunjukan kesenian dari berbagai kalangan di antaranya pertunjukan teater.
Dilansir dari situsbudaya.id awalnya, gedung ini bernama Societeit De Harmonie yang dibangun pada tahun 1896.
Baca: TRIBUNWIKI - Berikut Daftar Pemenang Indonesia Movie Actors Awards 2019
Baca: Kasus Pidana Pelanggaran Pemilu, Hakim Nyatakan Sofyan Syam Tidak Bersalah
Gedung ini dulunya sebagai tempat bertemunya bagi perkumpulan dagangan dari para pedagang Belanda pada masa itu.
Selain digunakan sebagai tempat perkumpulan para pedangan tempat ini juga digunakan sebagai tempat menerima tamu-tamu pemerintah kolonial.
Tamu tersebut baik dari Belanda maupun dari negara Eropa lainnya, termasuk di antaranya untuk pelantikan raja-raja di Sulawesi dalam pemerintahan kolonial Belanda hingga acara kesenian.
Semenjak Indonesia merdeka, gedung ini pernah mengalami pergantian peruntukkannya.
Pada tahun 1950, gedung ini digunakan sebagai Gedung Badan Pertemuan Masyarakat, dan pada tahun 1960 menjadi Balai Budaya.
Gedung Veteran
Lalu, berturut-turut pernah menjadi Gedung Veteran, LPPU Departemen Penerangan RI, Gedung DPRD Tingkat I, Gedung Pusat Penataran P4 dan akhirnya digunakan sebagai Gedung Kesenian Provinsi Sulsel.
Saat ini Societeit De Harmonie kerap digunakan untuk menampilkan pagelaran seni budaya dan seni teaterikal budayawan Sulsel.
Baca: Hasil Drawing Liga Champions Babak Perempat Final & Semifinal, Barcelona vs Manchester United (MU)
Baca: Ekspor Sulsel Terbesar ke-23, di Bawah Papua-Sultra
Gedung yang memiliki luas 55,7 x 42,5 meter dan berdenah membentuk huruf L ini sudah beberapa mengalami renovasi sehingga khabarnya sudah tidak banyak menampakkan ciri kepurbakalaannya.
Bangunan asli dari gedung yang terbuat dari bahan batu bata, kayu, atap seng dan kaca sudah hampir tidak tampak lagi.
Kecuali bangunan depan yang menggunakan pilar-pilar besar dan menara tinggi dengan atap bersusun tiga yang merupakan ciri khas arsitektur Eropa abad 19 gaya Renaissance atau Yunani Baru (Neo Griekse Stijl).

Gaya ini merupakan perkembangan dari gaya Roko sebagai bangunan tua peninggalan kolonial Belanda.