LBH dan KontraS Sulawesi Tanggapi Pernyataan Panglima TNI Soal Prajurit TNI Keluar Barak
LBH dan KontraS Sulawesi Tanggapi Pernyataan Panglima TNI Soal Prajurit TNI Keluar Barak
Penulis: Darul Amri Lobubun | Editor: Arif Fuddin Usman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Aktivis LBH Makassar tanggapi pernyataan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, soal TNI bakal masuk di lembaga sipil negara.
Tanggapan pernyataan Panglima TNI itu dibahas dalam diskusi "Membendung Remiliterirsasi Ruang Sipil" di kantor LBH Makassar, Jl Pelita Raya, Selasa (5/3/2019) sore.
Menurut Wakil Direktur LBH Muh. Chaidir, dalam Undang-Undang (UU) 1954 TNI tidak diperbolehkan untuk masuki ke ruang sipil kecuali tugas ataupun satu perbantuan.
Baca: TRIBUNWIKI: Sejarah Hadirnya Mesin ATM di Dunia, Dulu Disebut Mesin Komputer Pinjaman
Baca: Bupati Wajo Harap Kecamatan Belawa Jadi Contoh Pengembangan Agama
"Dan itupun juga harus melalui keputusan politik melalui pembahasan di DPR RI, jadi tidak sekadar Perpres, dan harus hal itu melalui DPR," kata Chaidir diwawancarai.
Kata Chaidir pelibatan militer dalam ruang Sipil yang dimaksud Panglima TNI, harus disetuji oleh rakyat melalui pembahasan di DPR, karena dinilai bisa saja berbahaya.

"Iya berbahaya, jika militer didalam ruang sipil. Banyak bahaya, potensi berkonflik. Karena Peradilan Militer tertutup dan kita tidak bisa tahu apa prosesnya," lanjutnya.
LBH mencatat, bagaimana kekuasaan militer pada saat masa Orde Baru (Orba). Bagaimana militer menutup ruang-ruang masyarakat bicara dan pelanggaran HAM.
Ancaman Demokrasi
Chaidir menilai, TNI masuk ke jabatan di lembaga Sipil adalah ancaman demokrasi, karena UU TNI jelas, TNI hanya memiliki fungsi Pertahanan, selain itu perbantuan.
Salah satu contohnya di Maros pada 2018, sempat ada konflik petani dengan Babinsa terkait beras petani harus dijual ke bulog., dan ini adalah contoh TNI di ruang Sipil.
Baca: Ketemu di Kondangan, Ustad Aziz Qahhar Sebut Puang Makka Kiai Idealis
Baca: TRIBUNWIKI: Kamera Jadi Alat Dokumentasi Paling Hits Instagram, Berikut Sejarah Hadirnya Kamera!
"Kami tidak mau kembali ke orde baru, agenda reformasi harus didorong. Seperti dwifungsi ABRI, reformasi komando tertorial dan reformasi peradilan," ungkap Chaidir.
Sementara itu, aktivis KontraS Sulawesi, Nasrum mengaku, pernyataan Panglima TNI itu bagaimana alasan mendasarnya karena banyak Pamen dan Pati non job.
"TNI ditempatkan di lembaga sipil, seperti mereka keluar barak iya, persoalannya itu penempatannya TNI aktif ini sudah keluar dari semangat reformasi," kata Nasrum.
Karena, jika mengacu pada UU nonor 34 tahun 2004 secara tegas TNI tidak bisa terlibat dalam politikdan bisnis, karena dianggap penempatannya strategi politik.
Baca: TRIBUNWIKI: Usai Sudah Dualisme di DPP KNPI, Berikut Sejarah dan Perkembangannya!
Baca: Tuntaskan Empat Kasus Korupsi, Kasi Intel Kejari Soppeng Dimutasi
"Memang dipersyaratakan bisa ditempati TNI aktif di Kemenkumham, BNPB, dan lembaga sandi lainnya, tapi faktanya ada 40 MoU di lembaga sipil," ungkap Nasrum.
Untuk itu, Nasrum menambahkan, jangan heran ketika beberapa program Kementan di daerah ada keterlibatan TNI aktif dalam mengawal proses percetakan sawah. (dal)
Laporan Wartawan Tribun Timur, Darul Amri Lobubun