Kisah Korban Banjir Jeneponto: Biarlah Saya Mati Asal di Rumahku Sendiri
Saat tetangganya sibuk membersihkan rumah dari lumpur sisa banjir bandang yang menghantam kampungnya, dia hanya duduk
Penulis: Ikbal Nurkarim | Editor: Imam Wahyudi
Laporan Wartawan TribunJeneponto.com, Ikbal Nurkarim
TRIBUNJENEPONTO.COM, BINAMU - Kesedihan nampak di wajah Siti Aisyah (60), warga Desa Sapanang, Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Sulsel, Minggu (27/1/2019).
Baca: Cerita Petugas Pustu Sapanang Jeneponto Selamat dari Banjir Bandang: Naik ke Plafon Rumah Panggung
Baca: Kadus Sapanang Jeneponto Sebut 7 Warganya dan 7 Rumah Hilang
Saat tetangganya sibuk membersihkan rumah dari lumpur sisa banjir bandang yang menghantam kampungnya, dia hanya duduk termenung di tenda yang didirikan di antara puing rumahnya.
Rumah Aisyah rusak berat, hanya menyisakan tiang-tiang dan atap, sedangkan dinding rumah sebagian hilang disapu banjir bandang yang melanda Desa Sapanang, Selasa (22/1/19).
Dia hanya bisa meratapi nasib di usianya yang telah senja.
"Beginimi nak, tidak ada'mi yang mau dibikin, semuanya sudah habis," katanya, lirih.
Ujung matanya tak berhenti meneteskan air mata, menceritakan dahsyatnya banjir bandang melanda kampungnya.
"Di kampung ini keluarga semua nak. Kami semua merasakan kepedihan ini. Ada yang kehilangan rumah, ada yang rumahnya masih berdiri tapi rusak berat, ada juga yang hanya rusak ringan. Kami semua sedang susah. Sekarang, saya terpaksa tinggal di tenda seadanya ini," tuturnya.
Aisyah berkisah.
Saat banjir datang, dia melihat semua orang lari ke tempat aman.
Tapi dia memilih diam di rumahnya, naik ke atas plafon kala air sudah menyentuh lantai rumah panggungnya.
Dia memasrahkan diri kepada Allah SWT.
"Kubilang, passamma mate ka riballaku tonja (biar saya mati asal di rumahku sendiri). Saya tidak mau lari, karena biar saya lari kalau memang ajalku pasti mati'ja," ujarnya.
Aisyah terdiam sesaat.
Air matanya mengalir makin deras.