Pilpres 2019
Rekam Jejak Ira Koesno, Moderator Debat Capres-Cawaspres 2019, Kontroversi 'Cabut Gigi'
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengadakan Debat Pertama Capres-Cawapres 2019, Kamis (17/1/2019) malam.
TRIBUN-TIMUR.COM-Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengadakan Debat Pertama Capres-Cawapres 2019, Kamis (17/1/2019) malam.
Dua pasangan calon, yaitu Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan berupaya memikat calon pemilih dengan visi, misi, serta program yang ditawarkan.
Adapun, tema debat pertama Pilpres 2019 ini adalah pemberantasan korupsi, penegakan hak asasi manusia, dan pemberantasan terorisme.
Baca: VIDEO: Detik-detik Angin Kencang Landa Kabupaten Gowa
Baca: 33 Warga Toraja Utara Binaan Lapas Makale Lakukan Perekaman KTP-el
Baca: 706 Pasangan Cerai di Pengadilan Agama Masamba Sepanjang Tahun 2018
Namun, tidak hanya dua pasangan calon yang menarik ditunggu. Dalam debat pertama ini, kehadiran enam panelis dan dua moderator juga dinantikan agar debat berjalan seru.

Secara khusus, sorotan tertuju kepada Ira Koesno sebagai moderator.
Sebab, ini bukan kali pertama bagi penyiar berita pada era 1990-an itu menjadi pengantar acara debat.
Ira Koesno tampil memukau dalam debat Pilkada DKI Jakarta 2017.
Kehadirannya dianggap dapat menyegarkan suasana dan mendinginkan suasana pilkada yang saat itu memanas.
Namun, banyak juga yang belum tahu bahwa Ira Koesno juga menjadi moderator dalam debat pertama pilpres sepanjang sejarah Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada 2004 silam.
Kontroversi 'Cabut Gigi'
Mengawali karier sebagai akuntan, Ira Koesno beralih profesi menjadi jurnalis pada salah satu stasiun televisi swasta di Indonesia. Ira sempat memicu kontroversi saat menjadi penyiar di stasiun televisi itu.
Ini terjadi pada 17 Mei 1998, beberapa hari sebelum kejatuhan Presiden Soeharto. Saat itu Ira Koesno mewawancarai Menteri Negara Lingkungan Hidup, Sarwono Kusumaatmadja.
Dalam wawancara itu, muncul istilah "cabut gigi" yang merujuk permintaan terhadap turunnya Soeharto saat Orde Baru di pengujung kuasa.

Sarwono ketika itu menanggapi kondisi pemerintahan menghadapi gelombang demonstrasi mahasiswa.
Untuk mengobati pemerintahan yang "sakit gigi", menurut Sarwono, maka perlu dicabut giginya yang sakit, yang merujuk pada Presiden Soeharto.