Tribun Wiki
TRIBUNWIKI: Bermodal Mesin Jahit dan Sepeda, Ini Kisah Sukses Tas Elizabeth dan Tokonya di Makassar
Merek tas ternama Elizabeth, hadir dengan berbagai produk tas mewah maupun casual. Tak banyak yang tahu kisah dibalik kesuksesan brand ini.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
Laporan Wartawan Tribun Timur, Desi Triana Aswan
TRIBUNTIMUR.COM, MAKASSAR- Merek tas ternama Elizabeth, hadir dengan berbagai produk tas mewah maupun casual.
Sejak kemunculannya, tak banyak yang tahu kisah dibalik kesuksesan merek ini.
Dilansir dari Kompas.com, Handoko Subali (85) dan Elizabeth Halim (72) tidak pernah bermimpi usaha tas Elizabeth yang mereka rintis tahun 1963 berkembang pesat. Dan kini, gerai tas Elizabeth tersebar di sejumlah kota di Indonesia, hampir di semua ibu kota provinsi di negeri ini.
Jika pada awalnya Handoko memasarkan sendiri tas dengan naik sepeda dari toko ke toko di Bandung, kemudian naik bus dari kota ke kota di Jawa, dan mempekerjakan salesman, mulai 1996 tas Elizabeth dipasarkan dengan membuka cabang dan gerai ritel di banyak mal di sejumlah kota di Indonesia.
Bermodal Mesin Jahit dan Sepeda
Tahun 1962, kehidupan ekonomi keluarga baru itu sulit. Handoko mencari modal usaha dengan meminjam uang dari teman baiknya.
Dia juga mendapat modal tambahan hasil arisan teman-teman ayah Elizabeth. Modal mereka saat itu hanya satu mesin jahit dan satu sepeda kumbang.
Dengan sepeda itulah, Handoko menawarkan tas dari toko ke toko di Jalan Kosambi (Jalan Ahmad Yani) dan Jalan Otista. Mereka menyewa rumah di Jalan Kebon Tangkil, Gardujati. Sejak kecil, Elizabeth suka menjahit baju.
Ia berpikir membuat tas tidak beda jauh dengan menjahit baju. Jadi, ia tidak kesulitan memulai usaha tas.
Handoko dan istri memilih tas perjalanan (travel bag) sebagai tas pertama yang diproduksi. Tahun 1963, pesanan tas sekitar dua lusin sehari dan dikerjakan tiga orang.
Akhir tahun 1963, produksi rata-rata enam lusin sehari dengan delapan tenaga kerja.
Tahun 1965, pasangan ini pindah ke rumah sendiri di Kalipah Apo.
Saat itu, jumlah karyawan 15 orang dan mereka diperlakukan sebagai anak asuh.