Besok, Puluhan Organisasi Peringati 90 Tahun Sumpah Pemuda di Makassar
Kegiatan tersebut akan diikuti oleh organisasi raja-raja Nusantara dan organisasi kerajaan lokal
Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Mahyuddin
Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasim Arfah
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pengurus organisasi dari berbagai latar belakang akan menggelar peringatan 90 tahun Sumpah Pemuda sekaligus Tolak Bala Nusantara di Jl Amirullah, Minggu (28/10/2018).
Ketua Panitia Pelaksana, Dr Halilintar Latif mengatakan, kegiatan tersebut akan diikuti oleh organisasi raja-raja Nusantara.
Di antaranya Majelis Agung Raja Sultan (Marsi) Indonesia Sulsel, Forum Silaturrahmi Kraton Nusantara (FSKN) dan Majelis Pemangku Adat Nusantara (Mapan).
Sementara untuk organisasi lokal kerajaan, akan hadir Lembaga Adat Tojeng Karaengta Data dari Maros dan Gowa, Pemertahanan Budaya lokal, Yayasan Bangsawan Selebes, Lembaga adat Sanro Bone serta perwakilan tokoh-tokoh agama.
Baca: Nikah, Mahar Pria Ini Ikrar Sumpah Pemuda
Baca: Peringati Hari Sumpah Pemuda, KNPI Palopo Tanam Pohon Mangrove
Selain itu, lembaga yang akan ikut yakni Forum Bela Negara Sulsel, Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia, Vhara Istana Avolokitesvara, Makelis Agung Raja-Raja Sultan Indonesia (Sulsel).
Majelis Pemangku Adat Nusantara Sulsel, Lembaga Adat Tojeng Karaengta Data, Yayasan Bangsawan Celebes, Yayasan Pembertahanan Budaya Lokal, Fatayat NU Kota Makassar.
Balitbang Agama Sulsel, Pemuda Ansor, Gusdurian Makassar, Lembaga Advokasi dan Pendidikan Anak Rakyat (Lapar) Makassar.
Ketua Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Sulsel ini mengatakan, rangkaian kegiatan itu didasari tiga hal, yakni angka 90 tahun adalah angka yang cukup langka untuk momentum peringatan Sumpah Pemuda.
Kedua, baru-baru ini Indonesia berduka karena bencana alam yang cukup dahsyat terjadi di Palu dan bergeser menjadi isu politik.
Baca: Millennial - Hari Sumpah Pemuda, Nathya Lewa: Yuk Semua Bersatu untuk Indonesia
Baca: VIDEO: Begini Penjelasan Kapolres Gowa Soal Sanksi Pelajar Lecehkan Sumpah Pemuda
Ketiga, tahun ini bertepatan dengan momentum Pemilu, dimana setiap perhelatan politik sangat rentan dengan konflik.
“Olehnya itu, kegiatan ini bertujuan untuk membangkitkan semangat tradisi, dengan cara masing-masing komunitas dan tokoh agama menolak bala, baik melalui kata-kata, doa, gerakan atau himbauan," katanya.
Halilintar tak menafikan, bahwasanya istilah ritual atau tolak bala belakangan ini menjadi sesuatu yang kedengaran sensitif dan menakutkan.
Menurutnya, hal itu terjadi karena mental warga sudah terteror.
Padahal tradisi ini sudah ratusan tahun diwacanakan, bahkan menjadi telah praktik hidup sebagian masyarakat lokal nusantara.(*)