Kolom Andi Suruji: Duka Palu dan Lara Kemanusiaan
Hingga Ahad petang, Badan Nasional Penanggulangan Bencara BNPB telah merilis angka 832 jiwa melayang.
TRIBUN- TIMUR.COM - Kolom Andi Suruji: Duka Palu dan Lara Kemanusiaan
"Air... air...air.... ibu.... ibu.... ibuuuu... naik...naik....oiii... naik.... tsunami bu.... tsunami.... cepaattt ibu.... cepaatt... ya Allah.... ya Allah... tsunami.... huhuhu...."
Begitulah suara laki-laki itu berteriak-teriak dengan suara parau... kadang tercekat... bergetar... Satu tangannya menunjuk-nunjuk ke arah laut sementara lainnya memegang kamera merekam peristiwa pilu itu.
Ia memberitahukan bakal tibanya air bah besar itu kepada orang-orang yang ada di pinggir jalan... Ia berdiri di ketinggian gedung (mungkin lantai tiga). Mungkin suaranya sudah tak terdengar lagi oleh orang-orang yang diteriakinya.
Silih berganti kameranya diarahkan ke air laut yang terus bergulung menuju pantai. Putih dan tinggi. Sementara orang-orang sibuk berlarian panik. Kendaraan di jalan terlihat bergerak dalam kecepatan tinggi. Klakson bersahutan.
Praakkk..... air putih raksasa itu tiba dan menghempas daratan. Seketika berubah warna menjadi coklat setelah menerjang pasir pantai. Mengamuk, menerjang segala bangunan. Roboh... ambruk....
"Ya Allah.... tsunami ya Allah.... ya Allaaaahhhh....." suaranya bergetar, dan terisak. Ia menangis tersedu-sedu....
Dan videonya pun putus. Itulah drama tsunami rekaman seseorang yang disiarkan salah satu stasiun televisi.
Memilukan. Ngilu pula persendian kita menyaksikannya. Sesak kepala dan dada membayangkan kacaunya kehidupan manusia di sana. Rasa kemanusiaan kita pun terkoyak, tercabik-cabik.
Hingga tulisan ini saya buat, Ahad petang, Badan Nasional Penanggulangan Bencara (BNPB) telah merilis angka 832 jiwa melayang, tewas akibat gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan Kota Palu, Sigi dan Donggala, Sulawesi Tengah. Ratusan lainnya luka parah dan sedang dirawat di sejumlah rumah sakit.
Ratusan bahkan ribuan mungkin bangunan berantakan. Permanen apalagi yang cuma semi permanen. Terlalu kuat gempa bermagnitud 7,4 pada skala richter dan mendatangkan tsunami dalam waktu relatif cepat.
Orang-orang tidak memiliki cukup waktu untuk segera mengungsi. Mereka baru saja meloloskan diri dari maut gempa, secepat kilat tsunami datang. Ajal pun menjemput.
Sekitar 15.000 orang dilaporkan mengungsi. Penduduk Kota Palu cuma 335 ribu jiwa. Rumah dan bangunan berantakan, luluh lantak menyisakan duka lara.
Pengungsian pun luka baru. Dingin, lapar mencekam. Menanti penuh harap akan datangnya bala bantuan. Gelap hidup mereka. Listrik padam, komunikasi putus. Transportasi pun lumpuh.
Anak-anak terpisah orang tuanya. Sanak saudara tak jelas nasibnya. Trauma membekap mereka.