Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Diam-Diam, Ishak Ngeljaratan Tiap Bulan Nasihati Selle KS Dalle

Sepekan sebelum Ishak meninggal dunia di RS Stella Maris, seperti biasa Selle dapat telepon dari gurunya.

Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Hasriyani Latif
abd aziz
Selle KS Dalle 

TRIBUN-TIMUR.COM - Mengapa kematian Doktorandus Ishak Ngeljaratan MA (1936-2018) begitu membekas, banyak diulas dan viral di media sosial?

Salah seorang muridnya, Dr Dahlan Abubakar MA (66) ternyata punya jawaban rasional.

Kepada Tribun, penulis sekaligus mantan dosen Fakultas Sastra dan Ilmu Budaya Unhas serta mantan pemimpin redaksi mendiang surat kabar harian Pedoman Rakyat ini menjawab;

"Banyak budayawan, seniman atau tokoh Sulsel yang meninggal, tapi mungkin hanya Pak Ishak yang masa pengabdian publiknya paling lama, enam dekade sejak tahun 1960-an," ujar Dahlan yang awal dekade 1970-an jadi mahasiswa Ishak dan sejak 1980-an awal jadi kolega Ishak sebagai pengajar di fakultas sastra Unhas hingga awal 2003 silam.

Bukan hanya bergaul di kalangan pendidik, tokoh agama, jurnalis, aktivis dan profesional, Ishak ternyata merawat persahabatan dengan politisi lintas generasi.

Baca: Opini Syarifuddin Jurdi: Mengenang Ishak Ngeljaratan

Baca: Kolom Abdul Karim: Ishak Ngeljaratan Bukan Kotak Kosong

Selle KS Dalle (46), adalah salah satunya. Selle sejak 2009 lalu jadi politisi dan duduk di parlemen sejak 2014 lalu.

Kini Selle menjabat ketua Fraksi Partai Demokrat di DPRD Sulsel. Di Pemilu 2019 mendatang, Selle kembali dipercaya jadi caleg nomor urut 1 dari daerah pemilihan Soppeng dan Wajo.

Sepekan sebelum Ishak meninggal dunia di RS Stella Maris, Makassar, Senin (16/7/2018), seperti biasa Selle dapat telepon dari gurunya.

"Hampir tiap bulan, atau akhir bulan Pak Ishak menelepon. Pertanyaannya selalu seputar tiga hal, soal kesehatan, soal keluarga dan terakhir relasi sosial," ujar Selle, Sabtu (21/7/2018) siang.

Selle bercerita, saat sebelum bertolak ke Bali, Ishak menelpon Selle yang saat itu tengah puasa syawal dan mempersiapkan rapat paripurna di gedung DPRD. 

"Seperti biasa, Pak Ishak mengingatkan, agar tetap menjaga kesehatan dan moral anak. Almarhum berpesan, ehh Selle beritahu istrimu dan kamu, jangan kau sentuh anakmu jika dalam keadaan marah atau susah, itu akan mengganggu pertumbuhan emosinya. Ingat juga jangan perlihatkan muka murung di depan anak, apalagi bertengkar dan bersuara tinggi di depan dia, baik itu menelpon atau saat bicara sama istri," ujar Selle mengenang nasihat sang Guru.

Selle sudah aktif komunikasi dengan almarhum saat masih jadi aktivis di UPPM UMI awal dekade 1990-an, aktif jadi pembela pendidikan anak di Yayasan Pabbata UMI dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPIA) Sulsel, hingga Selle jadi legislator.

"Kalau menelpon Pak Ishak biasanya pagi sekitar jam 9 pagi, dan selalu SMS dulu apakah dia tak menganggu. kadang kalau SMS saya yang balik menelepon," ujarnya.

Saat menelpon terakhir, mendiang Ishak Ngeljaratan juga berkonsultasi soal nasib politik kolom kosong dan peta politik Sulsel menjelang Pilpres.

Biasanya Ishak menelpon 20 hingga 30 menit. "Pernah juga saat tahu anak saya meninggal pak Ishak menelpon sampai 1 jam dan bercerita hala-hal yang sifatnya sangat privasi termasuk soal keluarga dia, anak bungsunya dan sahabat-sahabatnya dalam konteks nilai, toleransi dan ibadah."

Selle menilai Pak Ishak sebagai sahabat, orangtua, guru sekaligus teman bercanda saat bertatap muka langsung.

"almarhum ini tiada duanya soal humanisme, toleansi dan tokoh pluralisme Indonesia yang bersahaja. Sebelum menasehati kita dia sudah mengamalkannya lebih dulu, jadi kalau bercerita kontekstual mudah dipahami dan meresap hingga ke kalbu," jeasnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved