Ingat Dian Yulia Novi? Calon 'Pengantin' Niat Serang Istana Negara Pakai Bom Panci Begini Nasibnya
Serangan yang diduga kuat terstruktur ini menyebabkan puluhan nyawa melayang. Tak hanya nyawa 'pengantin' tapi juga mereka yang tidak berdosa.
TRIBUN-TIMUR.COM - Serangan bom di tiga gereja Surabaya Minggu (13/5/2018) peringatan bagi kita semua selalu waspada terhadap gerakan radikal.
Serangan yang diduga kuat terstruktur ini menyebabkan puluhan nyawa melayang. Tak hanya nyawa 'pengantin' tapi juga mereka yang tidak berdosa.
Baca: Foto-foto Aloysius Bayu, Pria Berani Halangi Teroris Masuk Gereja, Korbankan Tubuhnya Diterjang Bom
Serangan terhadap sejumlah gereja di Surabaya, diduga kuat melibatkan para 'pengantin' alias bomber.
Baca: Cara Yusril Agar Najwa Shihab Tak Terlalu Kepo di Mata Najwa
Menurut sejumlah saksi ada wanita yang masuk ke dalam gereja membawa dua anaknya yang masih kecil. Saat dicegah oleh petugas keamanan gereja, tiba-tiba bom meledak.
Baca: Usai Pacari Agnez, Cinta Laura hingga Aura Kasih, Si Ganteng ini Bikin Geger di Pesta Nia Ramadhani
Aksi para pengantin wanita itu mengingatkan nama Dian Yulia Novi (28).

Wanita yang divonis penjara 7,5 tahun oleh majelis hakim atas tindakannya merencanakan serangan bom bunuh diri ke istana negara pada Minggu, 11 Desember 2016?
Untuk kali pertama, ada perempuan yang terlibat tindakan terorisme dan siap menjadi bomber.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang mendesak agar Dian Yulia divonis 10 tahun penjara.

Dian Yulia Novi saat berita ini ditulis Minggu (15/3/2018) sedang menjalani hukumannya. Kendati pun niatnya meledakkan Istana Negara tak kesampaian.
Sosok Dian Yulia, sangat fenomenal.
Mantan pekerja migran ini ketahuan membawa satu buah bom panci berdaya ledak tinggi untuk menyerang Istana Negara.
Namun rencana bunuh dirinya ketahuan oleh polisi.
Perempuan berdarah Cirebon ini pun akhirnya diciduk bersama suaminya Muhammad Nur Solikhin, lalu ada juga Suyanto alias Abu Iza dan Wawan Prasetyawan alias Abu Umar.
Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC), dalam laporan terbaru mereka yang dirilis 31 Januari 2017, mencatat ada pergerakan nyata tentang para perempuan yang ikut berperan dalam kelompok radikal.
Penelitian menunjukkan, keterlibatan itu justru atas dasar inisiatif mereka. Perempuan sepertinya juga ingin berjuang dan mengambil jatah dalam penyebaran teror.