Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Korupsi Rabat Beton Matano, Status Kadis Perumahan Luwu Timur Tunggu Ini

Dari hasil perhitungan ahli dari BPKP ditemukan adanya kerugian senilai Rp 1 miliar lebih.

Penulis: Ivan Ismar | Editor: Mahyuddin
ivan ismar/tribunlutim.com
Kasat Reskrim Polres Luwu Timur, Iptu Akbar Andi Malloroang 

Laporan Wartawan TribunLutim.com, Ivan Ismar

TRIBUNLUTIM.COM, MALILI - Penyidik Polres Luwu Timur masih menunggu hasil pemeriksaan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) RI.

Pemeriksaan terkait dugaan korupsi proyek rabat beton di Dusun Matano, Desa Matano, Kecamatan Nuha, Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Proyek rabat beton tahun 2016 tersebut menghabiskan APBD Rp 1,9 milliar dan dikerjakan CV Cakra Rahwana.

Sebelumnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sudah merampungkan hasil audit perhitungan kerugian negara pada proyek tersebut.

Baca: ACC Sebut Kadis Perumahan Lutim Bertanggung Jawab dalam Korupsi Rabat Beton Matano

Dari hasil perhitungan ahli dari BPKP ditemukan adanya kerugian senilai Rp 1 miliar lebih.

Hasil pemeriksaan LKPP itu untuk menentukan apakah Kepala Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Luwu Timur, Zainuddin, juga bertanggung jawab perihal pencairan anggaran proyek itu.

Kasat Reskrim Polres Luwu Timur Iptu Akbar Andi Malloroang mengatakan, kasus rabat beton Desa Matano tersebut akan dilimpahkan ke Kejaksaan pada pertengahan bulan Februari 2018 ini.

Khusus untuk Pengguna Anggaran (PA) atau Kepala Dinas, kata Akbar, masih menunggu hasil pemeriksaan ahli dari LKPP RI di Jakarta.

"Kami masih kumpulkan bukti-bukti dan menunggu ahli dari LKPP, sampai saat ini masih menunggu," kata Akbar kepada wartawan, Kamis (8/2/2018).

Baca: Korupsi Rabat Beton Matano Luwu Timur, Polisi Kembali Periksa Bang Jay

Dalam kasus itu, kepala dinas hanya menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) berdasarkan back up data yang telah dibuat oleh konsultan dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Namun yang menentukan boleh tidaknya kepala dinas menandatangani (SPM) adalah ahli dari LKPP.

"Perihal kewenangan (kepala dinas) tersebut yang harus bicara adalah ahli dari LKPP dan kita juga sudah bersurat," ungkap Akbar.

Kasus ini sudah menyeret empat tersangka yaitu Yoel Bua Rante (34) selaku PPK proyek, konsultan proyek Andi Nur Alam (36) dan Direktur CV Cakra Rahwana, Aswin Bahar (34) dan pelaksana Rusman.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved