Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemkot Makassar Kaji Perda Retribusi bagi Pedagang Kaki Lima

Kepala Bapenda Kota Makassar, Irwan Adnan mengatakan penarikan retribusi tersebut diperuntukkan bagi PKL dengan omset di atas Rp250 ribu.

Penulis: Fahrizal Syam | Editor: Anita Kusuma Wardana
FAHRIZAL SYAM
Kepala Bapenda Kota Makassar, Irwan Adnan 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pemerintah Kota Makassar melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) mulai menggodok rancangan peraturan daerah terkait penarikan retribusi bagi pedagang kai lima (PKL).

Kepala Bapenda Kota Makassar, Irwan Adnan mengatakan penarikan retribusi tersebut diperuntukkan bagi PKL dengan omset di atas Rp250 ribu.

"Kalau itu yang di maksud sementara kita godok rancangan perda untuk itu. Karena kita tidak diperkenankan untuk menarik pajak terhadap para calon wajib pajak dengan omset di bawah 250 ribu per hari," kata Irwan, Kamis (16/11/2017).

Irwan mengatakan, ada anggapan bahwa omset PKL tidak lebih dari Rp250 ribu, sehingga tidak boleh ditarik retribusi, namun menurutnya hal itu tidaklah wajar dan malah menghilangkan potensi pendapatan daerah.

"Kalau kaki lima itu omsetnya dibilang tidak lebih dari Rp250 ribu per hari, itu omong kosong. Apalagi kalau mereka kayak penjual sari laut masa omsetnya tidak sampai Rp250 per hari, kan tidak cocok, itukan lost potensi di situ," ujarnya.

Ia melanjutkan, pemerintah daerah akan mencoba kaji terhadap penetapan pajak retribusi untuk PKL, tetapi juga dalam rangka peningkatan pendapatan dan tetap juga dalam rangkaian kesejahteraan bagi masyarakat.

Pemerintah bahkan akan menurunkan batasan pendapatan bagi PKL yang wajib retribusi menjadi Rp150 ribu, padahal DPRD sempat mewacanakan batasan retribusi bagi PKL sebesar Rp500 ribu.

"Kita tidak mungkin paksakan. Tidak mungkin kita langsung tetapkan itu, harus dikaji dulu, ambil sampelnya dulu. Kita akan turunkan menjadi Rp150 ribu perhari. Jadi omset yang di atas 150 ribu akan kita tarik pajaknya," ucapnya.

"Asumsi kita begini, mereka itu PKL atau misalnya jualan, atau cafe dengan omset yang mereka anggap tidak lebih dari Rp 250 per hari, itu kenapa mereka menjadi tidak kena pajak. Tapi secara riil omset mereka di atas 250 ribu. Kalau kita naikkan diatas Rp500 ribu tambah tidak didapat itu retribusinya," pungkas Irwan.

Atas dasar itulah batasan omset diturunkan, dan menurut Irwan hal tersebut semuanya masih dikaji.

"Makanya kita mau turunkan sehingga mereka juga harus membayar pajak. Karena harganya juga tidak lebih dari restoran yang ada. Tapi ini masih dalam tahap pengkajian. Kita tidak akan mungkin menetapkan kalau itu tidak berpihak kepada masyarakat," tutup Irwan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved