Begini Suka Duka Muhammad Qassim, Pria Enrekang Pengasuh PA Manakarra Mamuju
Ia juga mengatakan, sebelum di Mamuju, ia diutus ke papua oleh Muhammadiyah dengan tugas yang sama melakukan pembinaan
Penulis: Nurhadi | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUNSULBAR.COM, MAMUJU - Muhammad Qassim (53), pria asal Kabupaten Enrekang tidak pernah mengenal lelah dalam melakukan pemibaan terhadap anak Panti Asuhan Manakarra Muhammadiyah Mamuju, Sulbar.
Qassim telah menjadi seoarang pengasuh di panti asuhan tersebut kurang lebih 8 tahun, mengabdi melakukan pembinaan terhadap santrinya di Panti Asuhan yang terletak di Jl. Soekarno Hatta, Kelurahan Karema, Kecamatan Mamuju, Kabupaten Mamuju.
Ia mulai menjadi seorang pengasuh panti asuhan tersebut sejak tahun 2009. namun sebelumnya ia hijrah ke Sulbar pada tahun 1993 dalam rangka melakukan dakwan pembinaan suku terasing atau orang keterbelakangan mental di Tobadak 4 Mamuju Tengah saat itu masih kabupaten Mamuju.
"Saya sejak tahun 1993 Mamuju, awalnya saya ditugaskan oleh Muhammadiyah untuk berdakwah dan melakukan pemninaan terhadap suku terasing di Tobadak 4, setelah itu saya kesini untuk membantu menjadi pengasuh di panti asuhan ini," katanya kepada TribunSulbar.com.
Ia juga mengatakan, sebelum di Mamuju, ia diutus ke papua oleh Muhammadiyah dengan tugas yang sama melakukan pembinaan terhadap orang keterbelakangan mental.
Baginya menjadi seorang pengasuh atau pendidik, merupakan bagian yang sudah tidak dapat terpisahkan dari hidupnya, suka dan duka semuanya sudah ia rasakan dalam mengasuk para santri di panti asuhan yang berdiri sejak tahun1998 itu.
"Saya sehari-hari disini menemani anak-anak selama kurang lebih delapan tahun ini, menemani mereka dalam hal apa saja, membangunkan mereka melaksanakan salat, membina mereka dengan ilmu-ilmu agama, dan initnya saya full time disini menemani mereka," ujar Pria Alumni IAIN Makassar itu.
"Sebenarnya saya berdua disini menjadi seoarang pengasuh, namun yang satu sudah lebih banyak diluar membangun komunikasi sehingga saya yang lebih banyak sehari-hari disini mengontrol keseharian anak-anak," kata Pria kelahiran 20 Februari 1964 itu.
Ia mengatakan, hal yang paling membuat ia bahagia adalah ketika melihat anak-anak yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri memiliki kemajuan-kemajuan baik dalam hal akademik maupun keterampilan.
"Tentu dukanya adalah ketika anak-anak sedikit tidak disiplin, yah kadang-kadang kita juga jenuh dan kadang-kadang kejenuhan itu sedikit mengganggu. namun itu selalu saya maklumi karena tidak semua anak-anak memiliki kepatuhan yang sama," ucapnya.
"Disini ada sekita 25 orang santri yang kami asuh, sudah ada beberapa yang kita sekolahkan kejenjang perguruan tinggi dengan harapan nantinya dia akan menjadi pelanjut untuk mengurusi adek-adeknya, sekaligus sebagai pengasuh inti," jelasnya
Lanjutnya, Insya Allah kalau sudah jadi bangunan baru kami sudah jadi, kami akan bisa menampung kurang lebih 50 orang santri.
"Alhamdulillah kalau dari segi financial saya kira tidak terlalu berat, mengingat banyak donatur-donatur yang meringankan beban kami dalam mengasuh anak-anak disini," tuturnya.