Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pakar Hukum: Bupati Gowa Harus Jalankan Perda LAD

Mereka yang hadir yakni sejarawan dari Universitas Hasanuddin Prof Edward L dan Wakil Dekan III, Fakultas Hukum Unhas Dr Hamzah Halim.

Penulis: Muh. Hasim Arfah | Editor: Ilham Arsyam
tribun timur/hasim
Hasanuddin Law Study Centre (HLSC) yang menggelar diskusi terkait Keberadaan Perda Lembaga Adat Daerah Kabupaten Gowa di Kedai Kopi Papa Ong, Jl Rusa, Jumat (16/9) sore. 

Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasim Arfah

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Hasanuddin Law Study Centre (HLSC) yang menggelar diskusi terkait Keberadaan Perda Lembaga Adat Daerah Kabupaten Gowa di Kedai Kopi Papa Ong, Jl Rusa, Jumat (16/9) sore.

Mereka yang hadir yakni sejarawan dari Universitas Hasanuddin Prof Edward L dan Wakil Dekan III, Fakultas Hukum Unhas Dr Hamzah Halim.

Hamzah pun langsung membuka diskusi dengan mengatakan pengukuhan Bupati Gowa Adnan Purichta IYL sebagai Sombayya adalah perintah Perda.

Ia pun menganggap provokasi mulai dari dunia maya.

"Itu biang kerok, memprovokasi. Kalau ada kepolisian disini, saya sarankan untuk mencari mereka yang memprovokasi di Sosmed. Karena informasi keliru yang sengaja disebar di sosmed membuat apa yang terjadi di Gowa seperti hal luar biasa,"

Ia pun mengungkapkan Perda No 5 Tahun 2016 tentang Penataan Lembaga Adat dan Budaya Daerah tak ada penyebutan Bupati sebagai raja atau Sombayya.

"Dalam perda juga sudah tidak ada pasal yang menyebutkan bupati sebagai raja. Pada ketentuan umum memang ada berbunyi menjalankan fungsi sombayya bukan sebagai sombayya. Perlu dipertegas ini produk hukum sehingga tidak boleh ditafsirkan macam-macam," katanya.

Tak hanya itu, dalam persfektif sejarah hukum kemerdekaan Indonesia maka semua kerajaan berakhir.

"Berawal dari kesukarelaan para raja-raja saat itu. Soal Jogja karena UU melegalkan itu. Negara ini berdasarkan UUD adalah negara hukum bukan negara kerajaan. Ini pandangan secara hukum," katanya.

Hamzah pun mengatakan masyarakat Gowa membutuhkan Perda Penataan Lembaga Adat dan Budaya Daerah.

"Lahirnya perda karena ada persoalan dalam unsur yang diatur. Apa benar ada persoalan? Sekarang kita lihat selama ini di Gowa, persoalannya ada dua orang yang mengaku raja. Ada dua dewan hadat batesalapang. Masyarakat bingung. Berarti rill ada persoalan," katanya.

Sehingga, dia menganggap negara harus hadir dalam melestarikan budaya melalui Perda.

"Siapa yang disalahkan pertama ketika itu punah adalah pemerintah Kabupaten Gowa," katanya.

Ia menganggap Bupati Gowa wajib menjalankan Perda.

"Jika tidak, maka bupati melanggar hukum. Karena perda lahir dari DPRD, maka itu adalah keinginan rakyat. Karena kita sudah menganut sistem demokrasi," katanya. (*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved