Ormas se-Sulsel Tembus 500, Kemenko Polkam: Semua Wajib Patuh Hukum
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel mencatat ada sekitar 500 Organisasi Masyarakat (Ormas) di Sulsel.
Penulis: Faqih Imtiyaaz | Editor: Saldy Irawan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kebebasan berkumpul, berekspresi dan berpendapat masyarakat sipil di Sulawesi Selatan (Sulsel) harus terjamin.
Kebebasan inilah menjadi wujud demokrasi.
Hal ini ditekankan Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) dalam sarasehan 'kebebasan masyarakat sipil dalam kebebasan berkumpul, berekspresi dan berpendapat diantara berjalannya demokrasi dan stabilitas nasional' di Hotel The Rinra, Makassar pada Rabu (27/8/2025) Siang.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel mencatat ada sekitar 500 Organisasi Masyarakat (Ormas) di Sulsel.
Baik itu mengantongi Surat Keterangan Terdaftar (SKT) maupun berbadan hukum.
Melihat data tersebut, Asisten Deputi Koordinasi Ormas Kemenko Polkam Brigjen TNI Dr Arudji Anwar menyebut Indeks Demokrasi Indonesia memang dinilai salah satunya dari kebebasan berpendapat dan berkumpul.
Kehadiran Ormas pun disebutnya menjadi bukti adanya demokrasi.
Namun, ormas pun perlu mendapat pembinaan. Bukan hanya terbentuk dari beberapa individu lalu berkumpul.
"Misalnya mengarahkan Ormas agar lebih berkontribusi dalam membantu masyarakat, mengikuti program-program pemerintah, serta dilibatkan dalam bidang UMKM, koperasi, dan sebagainya," jelas Dr Arudji Anwar kepada Tribun-Timur.com.
Dirinya tak menampik adanya kesan premanisme melekat pada ormas.
Citra negatif dari tindak kekerasan kerap menempel pada ormas tertentu.
"Sudah Satgas Ormas sesuai dengan Kemenko Nomor 61 Tahun 2025. Satgas ini melibatkan Polri dan TNI sebagai pelaksana, untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Ormas-Ormas tersebut. Alhamdulillah, hingga saat ini jumlah Ormas bermasalah sudah menurun drastis," jelasnya.
Kemenko Polkam disebutnya tetap tegas terhadap berdirinya Ormas.
Arudji mengaku tak ragu menerapkan sanksi ke ormas jika melakukan pelanggaran hukum.
Sanksi seperti pembekuan, pencabutan izin hingga pidana menanti.
Baginya demokrasi Indonesia mengedepankan gotong royong, tatakrama, rasa kemanusiaan, toleransi, serta musyawarah mufakat.
Sehingga demokrasi dan kebebasan harus berjalan beriringan dengan hukum.
“Demokrasi tanpa nomokrasi hanya akan melahirkan kekacauan. Sebaliknya, nomokrasi tanpa demokrasi akan melahirkan otoritarianisme. Karena itu, demokrasi harus berjalan seimbang dengan hukum,” tegasnya.
Komnas HAM sendiri mencatat ada 45 kasus dugaan pelanggaran kebebasan hak berpendapat dan berekspresi dari tahun 2023 sampai 2025 di Indonesia.
"Dua atau tiga ya di Sulsel dugaan pelanggaran berepresi. Tentu itu kita follow up dengan mekanisme yang ada di Komnas HAM," jelas Mimin Dwi Hartono, Analis Kebijakan Ahli Madya Komnas HAM.
Dirinya menjelaskan ada beberapa aduan masyarakat terkait pelanggaran hak berpendapat dan berekspresi.
Mulai dari kekerasan aparat, intimidasi sampai berkaitan UU ITE.
"Kemudian pembatasan hak masyarakat untuk unjuk rasa. Jadi itu Komunas ham tentu menangani sesuai dengan kemenangan yang ada. dan memeriksa sesuai dengan fakta-fakta yang ada," ujarnya.
Terkait citra premanisme melekat pada ormas, Mimin Dwi Hartono menyebut setiap orang punya hak berkumpul maupun mendirikan organisasi.
Sehingga hak tersebut harus dihormati bersama.
Meski memiliki kebebasan berpendapat, Ormas pun harus tetap mematuhi koridor hukum.
Kebebasan tersebut tetap dibawah aturan hukum berlaku.
"Harus memperhatikan hukum yang ada, memperhatikan ketertiban masyarakat, juga tentu adalah menghormati hak dan reputasi orang lain ya," katanya.
Ormas disebutnya tetap dibutuhkan negara demokrasi.
Ormas berdiri mengontrol jalannya pemerintahan, sehingga memiliki legitimasi dan kredibilitas dalam menjalankan aktivitasnya.
Sementara itu, Dekan FISIP Unhas Prof Sukri menjelaskan dalam konteks demokrasi Indonesia begitu multikultural.
Mulai dari politik, sosial, ekonomi sampai agama.
Hal ini berpengaruh terhadap kebebasan berpendapat, berekspresi dan berkumpul.
Sebab setiap individu datang dengan budaya berbeda-beda.
Sehingga mempengaruhi tindakan dan aktivitas di masyarakat.
"Sementara tingkat kecerdasan atau literasi politik belum cukup baik," kata Prof Sukri.
Disisi lain, ruang politik cenderung dilihat sebagai arena konflik.
Baik identitas tertentu maupun kelompok.
"Demokrasi harus memfasilitasi perbedaan," tegasnya.
Kedepan ormas akan didorong menjalankan fungsinya sebagai kontrol pemerintahan.
Sebab keterlibatan masyarakat dalam kontrol pemerintahan dijamin dalam konstitusi.
Namun disisi lain, aturan hukum tetap mengikat ditengah kebebasan berpendapat, berkumpul dan berekspresi.
Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, Faqih Imtiyaaz
Wali Kota Munafri Pimpin Rakor TPA, DLH Jadi Lead Sektor |
![]() |
---|
Pegadaian Siap Dukung Program RPL FEB Unismuh Lewat Magang dan Literasi Keuangan |
![]() |
---|
Antisipasi Krisis Air Bersih: Sinergi Pemerintah dan Masyarakat Harga Mati |
![]() |
---|
Waspada Macet! Fly Over-DPRD Sulsel Titik Aksi Makassar Hari Ini, Dikawal 1.123 Personel Polrestabes |
![]() |
---|
Gledson Lengkapi Aroma Samba di PSM Makassar, Total 6 Pemain Brasil Berseragam Juku Eja |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.