TRIBUN-TIMUR.COM, PINRANG - Wali Kota Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel) Tasming Hamid mengambil langkah cepat merespons dinamika di masyarakat terkait penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan-Perkotaan (PBB-P2).
Tasming memerintahkan penghentian sementara penagihan PBB, khususnya kepada wajib pajak yang mengalami kenaikan tarif.
Itu diutarakan Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Parepare, Amarun Agung Hamka, Rabu (20/8/2025).
Amarun mengatakan, ada beberapa warga yang mengeluh karena tagihan PBB-nya melonjak. Sehingga Pemkot akan melakukan konsultasi lebih dulu dengan BPK untuk menentukan kebijakan terkait PBB.
"Pak Wali Kota mengeluarkan kebijakan meminta untuk sementara waktu tidak dilakukan penagihan PBB, terkhusus kepada wajib pajak yang mengalami kenaikan tarif," katanya kepada wartawan.
Amarun mengungkapkan, kebijakan PBB-P2 mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Parepare nomor 12 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang ditetapkan 29 Desember 2023 dan mulai berlaku 5 Januari 2024.
Regulasi ini mengintegrasikan seluruh aturan pajak dan retribusi daerah sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2022.
"Dalam perda, dasar pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), dengan NJOP Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan sebesar Rp 10 juta per wajib pajak. Tarif PBB-P2 kemudian dibedakan berdasarkan klasifikasi NJOP," ungkapnya.
Dia menjelaskan, penyesuaian tarif ini juga tidak lepas dari rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dalam LHP BPK No. 55/LHP/XIX.MKS/12/2023 terkait pemeriksaan kinerja atas efektivitas pengelolaan mandatory spending, BPK menyoroti bahwa regulasi dan kebijakan pajak daerah di Parepare sebelumnya belum lengkap dan belum ditetapkan sepenuhnya.
"Karena itu, penerbitan Perda Nomor 12 Tahun 2023 sekaligus menjadi langkah pemenuhan kewajiban pemerintah daerah dalam menindaklanjuti catatan BPK, agar tata kelola pajak lebih transparan dan akuntabel," ucapnya.
Meski sebagian besar wajib pajak justru mengalami penurunan tarif, sejumlah warga melaporkan kenaikan signifikan, bahkan hingga 453 persen pada kasus tertentu akibat penyesuaian NJOP dan pemanfaatan objek pajak.
Pemkot Parepare pun menyiapkan strategi sosialisasi masif agar masyarakat memahami tujuan dan mekanisme penyesuaian tarif ini.
"Pemerintah akan melakukan sosialisasi yang massif agar masyarakat memahami tujuan dan mekanisme penyesuaian tarif ini," ujar Amarun.
Tahun ini, Pemkot Parepare menargetkan penerimaan PBB sebesar Rp6,116 miliar atau naik sekitar 1 % dibanding target tahun sebelumnya yang sebesar Rp 6 miliar.
Dari total 51.183 wajib pajak, tercatat 9.015 mengalami kenaikan, 33.544 mengalami penurunan, dan 8.624 tetap.
Dengan langkah penundaan penagihan serta agenda sosialisasi, Pemkot Parepare optimistis penerimaan pajak tetap tercapai sembari menjaga ketenangan dan kepercayaan masyarakat.
Terpisah, Wakil Ketua DPRD Parepare, Muhammad Yusuf Lapanna meminta Pemkot untuk mengkaji ulang kenaikan pembayaran PBB warga yang melonjak.
DPRD mengaku menerima banyak keluhan terkait lonjakan pembayaran PBB dari warga.
"Kami minta kepada BKD untuk meninjau kembali (kenaikan PBB). Dan ada kan (surat) edaran Mendagri kemarin itu, ya kita harus menyesuaikan," katanya.(*)