Aswar Hasan Wafat

Prof Qasim Mathar Akui Sering Beda Pendapat dengan Aswar Hasan, Namun Berakhir Teleponan

Penulis: Renaldi Cahyadi
Editor: Alfian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

FORUM DOSEN - Guru Besar UIN Alauddin Makassar, Prof Qasim Mathar, saat kegiatan Dialog Forum Dosen : Mengenang Almarhum Dr Aswar Hasan di Kantor Redaksi tribun Timur, Kota Makassar, Selasa (19/8/2025). Prof Qasim kenang kedekatan dengan Aswar Hasan.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Guru Besar UIN Alauddin Makassar, Prof Qasim Mathar, mengenang kedekatannya dengan almarhum Dr Aswar Hasan. 

Kepergian Dr Aswar Hasan meninggalkan kesedihan di berbagai kalangan akademisi.

Aswar Hasan adalah Ustaz sekaligus Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unhas.

Dirinya berpulang ke rahmatullah pada pukul 20.21 WITA di RS Primaya, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu malam (13/8/2025).

Meski, Prof Qasim kerap berbeda pandangan, keduanya tetap menjalin komunikasi intens melalui telepon ketika berpolemik.

"Saya bilang ke beliau, justru dengan berpolemik begini saya belajar banyak dari anda," katanya dalam kegiatan Dialog Forum Dosen : Mengenang Almarhum Dr Aswar Hasan di Kantor Redaksi tribun Timur, Kota Makassar, Selasa (19/8/2025).

"Jadi kepergian beliau sungguh menyedihkan, saya merasa kehilangan sumber pengetahuan,” tambah dia.

Baca juga: Rektor Unhas Prof Jamaluddin Jompa: Saya Berutang Tulisan ke Aswar Hasan

Qasim juga menaruh penghormatan besar terhadap kapasitas akademik Aswar Hasan. 

Ia bahkan pernah mengajaknya menempuh studi doktoral di UIN saat masih menjabat Asisten Direktur Pascasarjana. 

"Saya bilang, kita sudah doktorkan Kang Jalal dan Fuad Romy, Anda juga pada level itu. Tapi beliau hanya menjawab, ‘iye kak’. Syukurlah akhirnya beliau tetap meraih gelar doktor,” kenangnya.

Lebih jauh, Qasim par aktivis yang akrab dengan isu-isu keislaman, mulai dari negara Islam, syariat Islam, hingga pemerintahan Islam. 

Ia menilai, perbedaan definisi dalam memaknai isu tersebut justru memperkaya pemikiran di kalangan aktivis dan akademisi Islam.

“Menurut saya, ada tiga payung besar yang menaungi definisi itu: Islam keras, Islam moderat, dan Islam sekuler. Saya sendiri sering dianggap Islam sekuler," jelasnya.

"Sahabat kita, Aswar Hasan, pernah berada dalam pusaran itu. Namun berkat keterlibatannya di organisasi sekuler seperti KPI dan KIP, saya melihat di tahun-tahun terakhir hidupnya beliau mulai bergeser dari Islam keras ke pinggiran Islam moderat,” tamba Prof Qasim.

Bagi Qasim, perbedaan itu tidaklah masalah karena Islam memiliki banyak jalan menuju kebaikan. 

“Alquran mengatakan ada banyak jalan menuju surga. Jadi semua umat Islam punya tempatnya. Dan itulah Pak Aswar, saya kehilangan satu sumber penting. Saya akui, saya belajar dari dia,” kata dia.

Baca juga: Kenang Aswar Hasan, Rusdin Tompo: Orang yang Mendorong Saya Masuk KPID

Sementara itu, Rektor Unhas, Prof Jamaluddin Jompa, menagatakan Aswar hasan bukan sekadar sahabat, melainkan sosok guru yang banyak memberi inspirasi melalui sikap dan tulisan.

“Saya lebih pengagum beliau, melihatnya sebagai guru meski tidak berinteraksi langsung. Guru tidak harus mengajar di kelas, tapi kita bisa belajar dari sikap dan pemikirannya. Dari bacaan-bacaan beliau, saya merasa kagum,” katanya.

Menurutnya, nilai sejati seseorang baru benar-benar terasa ketika kehilangan. 

“Hari ini kita baru sadar betapa berharganya sosok beliau. Kita merindukan tulisan-tulisannya. Mudah-mudahan semua itu menjadi amal jariyah, dan beliau tetap menjadi guru sepanjang zaman,” ungkapnya.

Prof JJ juga menilai, meski Aswar Hasan sering merujuk pada pemikiran tokoh lain, banyak gagasan orisinal yang lahir dari pemikiran almarhum. 

“Beliau bukan hanya mengutip, tapi mengolah kembali menjadi pemikiran baru yang sangat penting,” uajrnya.(*)

 

Berita Terkini