Hadapi Panen Kedua, Pemprov Sulsel Mulai Antisipasi Perang Harga Gabah di Penggiling

Penulis: Faqih Imtiyaaz
Editor: Saldy Irawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DG Ngagi (64), warga Jongaya memperlihatkan beras SPSH Bolog kantongan 5 kg di rumahnya, Jl Dg Ngeppe, Tamalate, Makassar, Selasa (12/8/2025). Beras subsidi ini dijual sehari pasca-lawatan Ketua Komisi Pangan IV DPR-RI dari Fraksi Gerindra Titik Soeharto, kemarin.

Beras premium harus memiliki kualitas butir patah maksimal 15 persen dengan kadar air maksimal 14 persen.

Sedangkan beras medium kadar patahan maksimal 25 persen.

Sekretaris Provinsi (Sekprov) Sulsel Jufri Rahman, mempertanyakan mahalnya harga beras meski pasokan dinilai melimpah.

“Bulog mengklaim gudangnya penuh sehingga tidak bisa menampung lagi. Artinya, pasokan beras sebenarnya banyak,” ujarnya, Selasa (12/8/2025).

Secara hukum pasar, jika barang melimpah, harga seharusnya turun.

Kondisinya kini justru melenceng dari hukum pasar tersebut.

Jufri juga menyoroti kebijakan Bulog kini menerima gabah tanpa standar ketat seperti sebelumnya, termasuk soal kadar air.

“Padahal gabah rentan rusak jika kadar air tinggi. Kalau dipaksa masuk pabrik sebelum dikeringkan, persentase pecahannya akan tinggi,” lanjutnya.

Jufri mengungkap harga memang mulai turun, tapi belum signifikan. Kondisi ini terus dipantau Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).

“Rakyat tidak peduli istilah overstock atau tidak, yang penting beras tersedia dan bisa dibeli sesuai daya beli,” tegasnya.

Solusi cepat menekan harga kini dengan menggelar gerakan pangan murah atau operasi pasar.

Beras harus langsung disalurkan ke masyarakat agar bisa memilih sesuai kemampuan, baik premium maupun medium.

 

Laporan Wartawan Tribun-Timur.com, Faqih Imtiyaaz

Berita Terkini