Oleh: Andi Luhur Prianto
Dekan FISIP Unismuh Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM -- Kancah pemikiran dan pergerakan yang mengusung aspirasi Islam di Sulawesi Selatan 40 terakhir sulit melepaskan nama Aswar Hasan. Berbagai medan aktivisme Islam telah membentuk karakter dan legasi pergerakannya.
Menjadi suluh dan corong suara umat Islam dengan beridentitas sebagai aktivis PII, HMI, KPPSI serta sejumlah elan vital gerakan umat Islam.
Pun ketika mengabdikan diri selama puluhan tahun sebagai Komisioner lembaga sampiran negara, ia tetap lantang menyuarakan kritik serta menantang dominasi dan absolutisme kekuasaan.
Dalam bidang pemikiran, trajektori gagasannya tetap bisa ditemui diberbagai platform media. Terutama gagasan kritis yang memadukan kompatibilitas Islam dan demokrasi kontemporer.
Jika Aswar Hasan muda sangat kokoh mengusung gagasan dan aktivisme Islam rahmatan lil alamin secara formal, maka gagasan Aswar Hasan senior- sebagai pemikir dan ideolog- di hari-hari terakhir hidup beliau, lebih keras menantang dominasi dan hilangnya check and balances pada kekuasaan.
Ia sangat concern pada isu pentingnya keseimbangan dalam tata kelola kekuasan, sebagaimana artikel terakhir beliau yang berjudul “Tahu Diri dan Tahu Batas”, yang di share pada platform WAG secara terbatas pada tanggal 12 Agustus 2025.
Dalam kategori Manneheim (1929), Aswar Hasan bisa disebut seorang ideolog yang percaya pada nilai dan prinsip-prinsip tertentu, yang kemudian memotivasi pikiran dan praksis tindakannya dalam membangun tatatan sosial baru yang lebih stabil.
Artikulasi nilai-nilai Islam menjadi fondasi kokoh pemikirannya dalam membangun tatanan sosial yang diimajinasikan mampu bersenyawa dengan realitas kemajemukan bangsa yang niscaya.
Gegara aktivisme dan pemikirannya itu, Ia banyak mendapat sterotipe negatif, sebagaimana yang sempat dikomunikasikan langsung ke penulis.
Sterotyping yang secara politik menjadi barrier ketika menghadapi kompetisi perebutan jabatan-jabatan publik.
Keahlian dan latar belakang sebagai akademisi komunikasi politik juga banyak membantu membangun negosiasi dan komunikasi dengan para pihak.
Posisi sebagai Komisioner daerah hingga Komisioner Pusat selama 5 periode menjadi rekognisi atas aktivisme, pemikiran dan kepakarannya.
Di institusi publik itu, misi perjuangannya tetap kokoh dan tidak berubah. Seperti aksi menginternalisasi nilai-nilai moral dan agama dalam regulasi standar penyiaran publik yang sehat.
Tak ada gading yang tak retak. Semua insan tentu punya kekurangan.
Tetapi Aswar Hasan telah pergi dengan warisan aktivisme dan pemikiran yang layak teladani. Sepanjang hayat, beliau banyak berbagi ilmu secara formal dan di forum-forum non-formal.
Semua narasi ilmu pengetahuan disampaikan melalui hikmah serta selalu dihiasi dengan semangat dan api perjuangan yang menyala-nyala.
Semoga semua keteguhan iman, keberanian, konsistensi, dan pengabdian tanpa henti menjadi lentera penerang yang menuntun beliau menuju kebenaran yang hakiki. Semoga Allah SWT menempatkannya dişisi yang paling mulia. Aamiin YRA.