TRIBUN-TIMUR.COM, ENREKANG - Warga desa di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan (Sulsel) nekat menyeberangi jembatan gantung tua yang hampir putus.
Lokasi jembatan gantung tua itu berada Desa Lebang, Kecamatan Cendana, Kabupaten Enrekang.
Dari pantauan Tribun-Timur.com, Selasa (12/8/2025) sejumlah warga hingga anak sekolah nekat menyeberangi jembatan gantung. Langkah kaki mereka hati-hati sambil berpegangan.
Mereka juga terlihat terayun cukup kencang saat menaiki jembatan tersebut.
Beberapa komponen jembatan yang memiliki panjang 126 cm itu sudah tidak layak.
Tali sling jembatan terbuat dari baja sudah berkarat, bahkan besi dan kawat sebagai pengikatnya putus.
Kayu yang menjadi alat jembatan juga sudah rapuh dan berlubang.
Salah seorang pelajar bernama Qilal Tri Anwari (14) mengatakan, dirinya setiap hari melalui jembatan gantung itu setiap hari.
Qilal sudah terbiasa melalui jembatan itu ke sekolah, meski kondisinya hampir putus.
Kata dia, tidak ada jalan alternatif lain selain melalui jembatan gantung ke sekolah.
"Kelas VIII di SMP 1 Enrekang. Iya setiap hari (lewat jembatan), tidak takut karena sudah biasa," katanya saat ditemui Tribun-Timur.com.
Qilal mengungkapkan, biasanya warga dan anak sekolah antre melewati jembatan tersebut dikarenakan tidak bisa dinaiki dengan beban terlalu berat.
Hal itu membuatnya seringkali terlambat masuk sekolah.
"Biasa terlambat kalau harus antre. Tidak boleh banyak orang di atas (jembatan) karena terlalu goyang, nanti putus," ungkapnya.
Dia pun berharap pemerintah segera memperbaiki jembatan itu agar bisa digunakan dengan nyaman.
"Maunya diperbaiki, biar tidak goyang-goyang kalau dinaiki," ucapnya.
Jembatan menghubungkan 3 desa
Tokoh masyarakat Desa Lebang, Rusdi mengutarakan, jembatan gantung itu menghubungkan ke 3 desa diantaranya, Desa Lebang, Pinang dan Desa Malaling.
Dia merincikan, sebanyak 4 ribu kepala keluarga (KK) menghuni tiga desa itu dan mengakses jembatan gantung setiap harinya.
"Kalau yang memanfaatkan jembatan ini ada 3 desa, Lebang, Pinang dan Desa Malaling. Total penduduk ada kurang lebih 4 ribu KK dan mereka menggunakan jembatan ini," ujarnya.
Rusdi menuturkan, di jembatan gantung itu juga sering terjadi insiden kecelakaan. Utamanya saat musim hujan yang membuat jalan licin.
"Biasa ada kecelakaan kalau licin, mereka jatuh. Ini sudah membahayakan karena pagarnya lepas," katanya.
Dibangun secara swadaya
Dikatakan Rusdi, jembatan gantung itu dibangun sejak tahun 1985. Jembatan itu dibangun sebagian dari pemerintah sebagian secara swadaya masyarakat.
Pemerintah saat itu kata dia, hanya membangun tiang penyangga dari beton dan komponen tali sling tembaga.
Sementara masarakat swadaya menyediakan papan kayu untuk lantai jembatan.
"Yang ditanggung pemerintah dulu ini, besinya, semen sama tali sling. Selebihnya swadaya, seperti papan kayu ini, satu papan satu KK," jelasnya.
Menurutnya, saat itu dia masih berumur 13 tahun. Awalnya, jembatan itu hanya terbuat dari bambu.
"Ini usianya sekitar 40 tahunan, masih SMP kelas 2 saya saat itu. Jadi memang sudah tua dan tidak layak," ucapnya.
Rusdi menambahkan, beberapa warga berulangkali memperbaiki komponen jembatan yang rusak dengan bahan seadanya.
Itu dilakukan agar jembatan itu tetap bisa digunakan warga meski berbahaya.
Warga desa pun kata Rusdi, sudah sering menyampaikan kondisi jembatan ke Pemerintah daerah (Pemda) Enrekang agar jembatan tersebut diganti.
"Seperti ini diikat pakai tali karena sudah lepas ini pagarnya. Pastinya bahaya tapi mau bagaimana lagi," bebernya.
"Sudah sering disampaikan agar diganti saja. Semoga ada respon dari pemerintahlah," tandasnya.(*)