TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Komisi B DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel untuk menambah anggaran operasional untuk Dinas Perdagangan.
Penambahan anggaran itu diminta untuk memperkuat pengawasan di lapangan, menyusul tren kenaikan harga beras di sejumlah wilayah.
Ketua Komisi B DPRD Sulsel, Andi Azizah Irma Wahyudiyati, mengatakan meskipun tim Satgas Pangan sudah aktif melakukan pemantauan, keterbatasan anggaran membuat pengawasan menjadi tidak maksimal.
“Sampai hari ini sebenarnya teman-teman sudah melakukan tugasnya dengan baik. Mereka turun ke lapangan, dan tadi Kepala Bulog juga mengakui bahwa harga beras memang cenderung naik,” katanya dalam rapat bersama OPD dan Bulog Sulselbar di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Kota Makassar, Rabu (6/8/2025).
Menurutnya, terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi naiknya harga beras, mulai dari kenaikan harga gabah hingga penyesuaian HET (Harga Eceran Tertinggi).
Baca juga: Harga Beras Naik di Tengah Surplus 951 Ribu Ton, Sekda Sulsel Bulog Lepas Stok ke Pasar
Ia juga menyebutkan bahwa pajak dan biaya lain turut menjadi penyebab fluktuasi harga.
Namun demikian, kata Irma, pengawasan di lapangan tetap harus diperkuat.
“Rekomendasi kami dari Komisi B, kami menekankan agar anggaran operasional untuk OPD terkait seperti Dinas Perdagangan perlu ditambah," ujarny.
"Karena mau turun ke lapangan sekarang itu sudah sulit, ruang fiskal sempit, anggaran efisiensi di mana-mana,” tambah dia.
Adapun kata Irma, upaya pengawasan tidak boleh dibatasi oleh keterbatasan anggaran.
“Bagaimana teman-teman mau lakukan monitoring kalau dibatasi seperti itu? Ini menjadi catatan utama kami. Tadi juga sudah diaminkan oleh perwakilan gubernur bahwa ini penting dan perlu ditindaklanjuti,” ungkapnya.
Kepala Bulog Wilayah Sulsel-Sulbar, Fahrurozi, mengatakan jika stok beras yang tersedia saat ini sangat mencukupi.
Hingga awal Agustus 2025, Bulog menguasai stok sebanyak 505 ribu ton.
“Stok ini bisa mencukupi untuk kebutuhan konsumsi rutin, bantuan pangan, dan stabilisasi harga hingga 50 bulan ke depan, atau lebih dari tiga sampai empat tahun,” katanya.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa beras merupakan komoditas yang mudah rusak (perishable), sehingga diperlukan penanganan dan penyimpanan yang baik.
“Kalau disimpan dalam kondisi optimal, beras bisa bertahan hingga dua tahun. Tapi kalau suhu dan kelembapan tidak dijaga, dalam enam bulan saja kualitasnya sudah bisa menurun,” ungkapnya.
Lanjut Fahrurozi, beras kualitas premium yang disimpan di rumah bisa mengalami penurunan mutu dalam waktu tiga bulan.
Apalagi, kata dia, jika disimpan dalam gudang yang kelembapannya tinggi tanpa perawatan khusus.
Karena itu, Fahrurozi menekankan pentingnya pengelolaan stok yang profesional dan dukungan dari semua pihak agar distribusi beras tetap terjaga dan harga tetap stabil.(*)