TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan, mencatat 16 kasus pernikahan dini hingga pertengahan 2025 atau 6 bulan terakhir.
Jumlah ini menurun dibandingkan tahun 2024 mencapai 36 kasus.
Meski demikian, dampak sosial dan ekonomi dari praktik ini masih menjadi perhatian serius.
Kepala DP3A Luwu, Hj St Hidayah Mande, mengungkapkan sebagian besar kasus pernikahan anak dipicu kehamilan di luar nikah.
Faktor lain adalah kekhawatiran orang tua terhadap pergaulan bebas.
Serta keinginan anak untuk tidak melanjutkan sekolah kemudian didukung orang tua.
"Anak-anak ini sebenarnya belum siap menjadi istri atau suami, apalagi menjadi orang tua. Tapi karena kondisi tertentu, orang tua justru mendorong untuk menikah," jelas Hidayah saat dikonfirmasi, Kamis (3/7/2025).
Dispensasi Pengadilan, Rekomendasi DP3A
Hidayah menjelaskan, pernikahan anak hanya bisa dilangsungkan jika mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama.
Namun, sebelum itu, orang tua harus terlebih dulu mengantongi surat rekomendasi dari DP3A.
"Kami dari DP3A melakukan asesmen terlebih dahulu. Meliputi pemeriksaan kesehatan, tes kehamilan, hingga konseling psikologis. Hasilnya kami tuangkan dalam surat rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi pengadilan," ujarnya.
Surat rekomendasi tersebut, kata Hidayah, tidak bersifat mutlak, melainkan hanya sebagai pertimbangan.
Namun di dalamnya memuat data penting, termasuk kesiapan emosional calon pengantin.
Hidayah menyebut dampak pernikahan dini sangat luas.
"Kalau kita analisis, 16 kasus berarti 16 calon kepala keluarga miskin, 32 anak putus sekolah, dan 16 perempuan yang berisiko mengalami komplikasi saat melahirkan karena alat reproduksinya belum siap," ujar Hidayah.
Ia menambahkan, pernikahan dini menjadi salah satu faktor penyumbang kemiskinan.
Pasalnya, sebagian besar pasangan yang menikah dini belum bekerja dan masih menjadi tanggungan orang tua.
Norma Tradisional dan Aib Sosial
Sosiolog Universitas Negeri Makassar (UNM), Idham Irwansyah, menilai pernikahan dini di Luwu disebabkan oleh berbagai faktor saling berkaitan.
"Masih kuatnya norma tradisional, rendahnya pendidikan, kemiskinan, serta perkembangan teknologi digital tanpa pengawasan orang tua membuat anak-anak rentan menikah muda," beber Idham.
Ia juga menyoroti budaya malu di masyarakat yang menjadikan kehamilan di luar nikah sebagai aib keluarga.
“Ketika itu terjadi, pilihan utama keluarga adalah menikahkan anak secepatnya agar tidak mencoreng nama baik,” tambahnya. (*)
Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Sauki Maulana