Tren Pernikahan Anak Masih Marak di Bone, Hamil Luar Nikah Jadi Penyebab Utama

Penulis: Wahdaniar
Editor: Alfian
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PERNIKAHAN ANAK - ilustrasi pernikahan anak. DP3A mengaku sepanjang 2025 sekira 13 kasus pernikahan dini di Bone penyebab utamanya ialah hamil diluar nikah. 

TRIBUN-TIMUR.COM, BONE - Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak, mencatatkan sampai Juni 2025 ini sudah ada sebanyak 13 pasangan yang mengajukan rekomendasi diskompensasi nikah dini.

Sementara di 2024 pun ada sebanyak 12 kasus pernikahan anak yang dicatat oleh pemerintah Kabupaten Bone.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak, Agung saat dikonfirmasi, Senin (1/7/2025) mengaku tren pernikahan dini ini masih kerap kali terjadi di Bone. 

Dimana sebagian besar penyebab utamanya diakibatkan karena hamil diluar nikah. 

Agung mengaku meskipun data yang masuk ke pihaknya sebatas yang mengajukan permohonan saja, menurutnya masih ada sejumlah data pernikahan sirih secara agama yang tidak tercatat di pihaknya.

Sehingga jumlahnya kemungkinan jauh lebih tinggi dari yang terlihat.

"Kalau yang nikah sirih ini kita tidak catat," katanya.

Baca juga: Pelaku Eksploitasi Anak di Bone Banyak dari Makassar dan Kolaka

Ia menjelaskan pemberian rekomendasi ini berdasarkan MoU hanya untuk yang hamil di luar nikah saja. 

Sedangkan di luar dari itu tidak boleh diberikan apapun alasannya.

"MoU nanti diizinkan anak itu menikah apabila terjadi kehamilan di luar nikah, yang 13 ini hanya 10 yang kami berikan, tiga itu tidak hamil di luar nikah," ujarnya.

Ia mengatakan pemerintah sendiri tidak mengedukasi anak agar hamil lebih dahulu sebelum menikah, ini tetap tidak diperbolehkan, menurutnya ini bentuk edukasi agar masyarakat tidak memasukkan opsi nikah dini ini sebagai solusi.

"Kita tetap mau edukasi masyarakat supaya tidak nikah dini, makanya kita kasi syarat seperti itu," tandasnya.

Sementara Plt Kepala DP3A Bone, Hasnawati Ramli mengaku meski masih kerap terjadi, angka ini seharusnya telah mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.

Pada 2023 misalnya angka pernikahan dini ini dicatat oleh DP3A sebanyak 24 kasus, kemudian menurun menjadi 12 kasus di 2024, dan naik kembali jadi 13 kasus hingga Juni ini.

Sedangkan jika mengacu pada daerah ini cenderung menyebar secara merata, namun yang tertinggi dalam tiga tahun terkahir, berada di Libureng, Tanete Riattang Barat hingga Amali.

"Trennya itu kalau dalam keadaan seperti itu yang datang ke kantor kami itu tahun ke tahun sudah turun," tandasnya.

Tentang Pernikahan Anak

Pernikahan Anak adalah pernikahan yang melibatkan salah satu atau kedua pasangan yang masih di bawah umur, biasanya di bawah usia 18 tahun.

Praktik ini terjadi di berbagai negara, termasuk Indonesia, meskipun telah ada regulasi yang berupaya membatasinya.

Fakta Penting tentang Pernikahan Anak

Dampak terhadap Kesehatan:

Anak perempuan yang menikah dini berisiko tinggi mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan.

Risiko kematian ibu dan bayi meningkat.

Dampak terhadap Pendidikan:

Anak yang menikah cenderung berhenti sekolah lebih awal.

Kesempatan untuk mengembangkan diri dan memperoleh pekerjaan yang layak menjadi terbatas.

Dampak terhadap Psikologis dan Sosial:

Anak belum matang secara emosional untuk menjalani pernikahan.

Rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga.

Kehilangan masa kanak-kanak dan kebebasan memilih jalan hidup.

Hukum di Indonesia:

Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 menyatakan batas usia minimum menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan.

Meski begitu, pernikahan anak masih terjadi melalui dispensasi nikah yang diajukan ke pengadilan.

Penyebab Umum:

Kemiskinan.

Kurangnya pendidikan dan informasi seksual.

Tekanan sosial dan budaya.

Pandangan bahwa menikahkan anak dapat “melindungi” kehormatannya.
 
Mengapa Penting untuk Mencegah Pernikahan Anak?

Melindungi hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Menurunkan angka kematian ibu dan anak.

Meningkatkan kualitas pendidikan dan ekonomi masyarakat.

Membentuk generasi yang lebih sehat, cerdas, dan mandiri.
 
Upaya Pencegahan:

Edukasi dan Kesadaran: Menyebarkan informasi tentang dampak negatif pernikahan anak.

Peningkatan Akses Pendidikan: Terutama bagi anak perempuan.

Penguatan Hukum: Menindak penyimpangan dan memperketat dispensasi nikah.

Peran Keluarga dan Masyarakat: Mengubah pola pikir dan norma yang mendukung praktik ini.(*)

 

 

 

 

Berita Terkini