TRIBUN-TIMUR.COM, MAKKAH – Nama lengkapnya Yuni Puspita Sari.
Bukan perempuan sembarangan.
Selama di Makkah, Yuni mengurus puluhan jemaah haji lanjut usia selama kurang lebih sepuluh hari.
Memandikan, mengganti popok, hingga mendengarkan keluh kesah para lansia ia anggap sebagai ladang amal meraih ridha Allah dan kemabruran haji.
Yuni adalah bagian dari 100-an petugas haji layanan Safari Wukuf yang melayani 477 jemaah lansia dalam program tersebut.
Selama sepuluh hari, Yuni membersamai dan merawat jemaah lanjut usia dan berkebutuhan khusus dalam menjalani puncak ibadah haji.
Itu menjadi pengalaman berkesan baginya.
Sehari-hari, Yuni adalah dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Pertahanan Republik Indonesia, sekaligus Staf Ahli Komisi I DPR RI.
Saat mengetahui adanya program Safari Wukuf untuk jemaah lanjut usia dan disabilitas Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, ia langsung mengajukan diri.
"Ketika ada program ini, saya bukan diminta, tapi meminta untuk menjadi petugas safari wukuf," kata Yuni kepada tim Media Center Haji (MCH), Jumat (13/6/2025).
Permintaan tersebut bukan tanpa alasan.
Baca juga: PBNU Nilai Haji 2025 Lancar dan Aman: Semua Rukun dan Wajib Terlaksana
Dengan latar belakang sebagai bidan dan dosen kedokteran, ia merasa terpanggil bergabung dengan 120 petugas lainnya.
"Saya terbiasa mengurus pasien, tapi tugas ini tidaklah ringan," ujarnya.
Selama bertugas, terselip cerita haru dan bahagia.
Hampir 24 jam penuh Yuni dan petugas lainnya merawat jemaah dengan latar belakang dan kondisi kesehatan yang beragam.
Mereka berjibaku melayani jemaah selama 10 hari, dari tanggal 1 hingga 10 Juni 2025.
Yuni mengungkapkan banyak kisah selama bertugas di hotel transit Safari Wukuf.
Salah satunya tentang jemaah bernama Rosidah, nenek berusia lebih dari 70 tahun yang mengalami demensia.
“Ia biasa dipanggil Nenek Rudi, karena kerap mencari putranya yang bernama Rudi,” tutur Yuni.
Nenek Rosidah dikenal sangat usil.
Ia sering mengambil kunci kamar dan barang milik jemaah lain lalu membuangnya ke tempat sampah.
Tindakan itu ia lakukan bersama Nenek Maria, yang juga mengalami demensia, dan biasa dipanggil Inces Maria.
"Akibat usilnya, kami harus mencari barang yang dibuang di tempat sampah dan mengembalikannya ke pemilik," cerita Yuni, disambut gelak tawa tim MCH.
Meski sering ditegur, Nenek Rosidah tidak pernah marah.
"Kalau kami tegur, ia tidak marah, happy aja," ujar Yuni.
Selain mereka, ada pula jemaah pria yang sehat namun mengalami demensia dan kerap berpidato.
"Bapak ini mungkin dulunya seorang guru. Ada juga yang suka membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Ternyata beliau adalah seorang petani," kisah Yuni.
Yuni menjelaskan, petugas safari wukuf harus siap 24 jam melayani jemaah.
Masing-masing petugas menangani lima jemaah dengan kondisi beragam.
“Ada yang demensia, kelainan jantung, paru-paru, tuna netra, dan lain-lain. Sebagian jemaah mampu beraktivitas sendiri, sebagian lainnya perlu bantuan penuh, seperti memandikan, menyuapi, mengganti popok, memapah, hingga mencucikan pakaian,” jelasnya.
Meski berat, Yuni menjalaninya dengan senang hati.
"Menjadi petugas haji adalah harapan semua orang. Selain bisa beribadah, yang paling utama adalah melayani jemaah. Kalau haji itu bonus," kata Yuni.
Untuk memberi pelayanan maksimal, para petugas berupaya memenuhi permintaan jemaah, termasuk soal makanan.
"Ada yang minta anggur, bubur, rempeyek. Untungnya dapur sigap, semua permintaan bisa dipenuhi," tuturnya.
Yuni dan rekan-rekannya juga menjadi tempat curhat para jemaah lansia tanpa pendamping dan kerap merasa kesepian.
"Mereka minta ditelponkan keluarganya, kami bantu. Kami senang karena mereka bahagia," ucap Yuni.
Agar tetap bugar, Yuni mengajak para lansia senam setiap pagi.
Setelah seminggu, banyak jemaah terlihat lebih sehat.
“Beberapa dari mereka yang awalnya tak bisa berjalan, akhirnya bisa berdiri dan berjalan sendiri,” katanya.
Pada puncak haji, Yuni bersama seluruh petugas mendampingi jemaah di dalam bus saat wukuf di Arafah.
Sebelumnya, mereka memandikan jemaah, memakaikan ihram, dan memberi vitamin sebelum berangkat ke Arafah.
"Di Arafah, kami berhenti sekitar satu jam. Jemaah dibimbing berdoa oleh pembimbing ibadah," ungkap Yuni.
Ia mengatakan, saat doa dipanjatkan, banyak jemaah menangis haru.
"Ketika pembimbing mengatakan doa di Arafah mustajab, mereka langsung menangis, merenungi dosa dan mensyukuri nikmat Allah. Sangat mengharukan," katanya.
Usai wukuf, bus melanjutkan perjalanan ke Muzdalifah untuk murur, sambil terus melantunkan doa.
Setelah itu, jemaah kembali ke hotel transit dalam kondisi sehat.
Petugas safari wukuf juga mendapat tugas mewakilkan lontar jumrah dan tawaf Ifadah bagi para jemaah.
"Setiap petugas mewakili 4–5 jemaah. Kami sangat senang diberi kepercayaan melayani mereka," ungkap Yuni.
Suka duka selama 10 hari melayani jemaah menjadi kebanggaan tersendiri bagi Yuni dan kawan-kawan.
Namun, ia berharap ke depan jumlah jemaah safari wukuf bisa berkurang.
“Semakin sedikit jemaah safari wukuf, artinya penyelenggaraan haji makin berhasil karena para lansia berhaji dalam keadaan sehat,” pungkas Yuni. (*)