Alasan Jaya Amerta Megah Properti Setuju Batas Minimal Luas Rumah Subsidi Diperkecil

Penulis: Rudi Salam
Editor: Sakinah Sudin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RUMAH SUBSIDI - Direktur PT Jaya Amerta Megah Properti, Alfriedyus Pongbatu, saat menjadi narasumber di Tribun Timur, beberapa waktu lalu. Alfriedyus setuju perubahan batasan minimal luas rumah subsidi.

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Wacana Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) mengurangi batasan minimal luas rumah subsidi menuai pro dan kontra.

Rencana terbaru PKP itu tertuang dalam draft aturan Keputusan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Nomor/KPTS/M/2025 tentang Batasan Luas Tanah, Luas Lantai, dan Batasan Harga Jual Rumah dalam Pelaksanaan Perumahan Kredit/Pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan, serta Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka Perumahan (Kepmen PKP Nomor/KPTS/M/2025).

Dibandingkan dengan aturan yang berlaku sebelumnya, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 689/KPTS/M/2023, batas minimal luas tanah dan luas bangunan rumah subsidi, berkurang. 

Minimal luas tanah dari 60 meter persegi berkurang menjadi 25 meter persegi.

Jika hanya 25 meter, artinya hanya bisa empat ruangan. 

Sementara minimal luas bangunan 21 meter persegi berkurang menjadi 18 meter persegi.  

Sedangkan batas maksimal luas rumah subsidi masih tetap. 

Luas tanah maksimal 200 meter persegi dan luas bangunan maksimal 36 meter persegi. 

Meski begitu, ketentuan luas tanah ini masih memerlukan perubahan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Menanggapi hal tersebut, Direktur PT Jaya Amerta Megah Properti, Alfriedyus Pongbatu mengaku setuju dengan wacana batasan minimal luas rumah subsidi.

“Ini adalah langkah yang sangat positif dan strategis,” kata Alfriedyus, saat dihubungi Tribun-Timur.com, Minggu (1/6/2025).

Alfriedyus menjelaskan, ada beberapa alasan kuat di balik persetujuannya.

Salah satunya kebijakan ini akan berdampak pada pemerataan akses perumahan di dalam kota.

Saat ini, kata dia, rumah subsidi cenderung berada di pinggiran kota karena keterbatasan lahan dan biaya pembangunan. 

“Dengan subsidi yang lebih menargetkan biaya tanah dan bangunan, kami dapat membangun lebih banyak unit rumah subsidi di lokasi yang lebih strategis, bahkan di dalam kota,” kata Alfriedyus.

“Ini akan memberikan akses yang lebih baik bagi masyarakat berpenghasilan rendah terhadap fasilitas umum, transportasi, dan lapangan pekerjaan, mengurangi beban komuter, dan meningkatkan kualitas hidup mereka,” jelasnya.

Ia menambahkan, dengan dirubahnua batasan minimal luas rumah subsidi akan mengoptimalkan anggaran.

Menurutnya, dengan menekankan pada desain bangunan yang efisien dan ukuran yang lebih kecil, biaya pembangunan per unit dapat ditekan secara signifikan. 

Hal ini berarti anggaran per unit rumah subsidi, yang sama dapat digunakan untuk menyediakan lebih banyak unit rumah, menjangkau lebih banyak keluarga yang membutuhkan.

Selain itu, menurutnya wacana ini berdampak positif pada pemanfaatan lahan urban yang lebih baik.

“Lahan di perkotaan sangat berharga. Dengan konsep bangunan yang lebih ringkas dan efisien, kita dapat memaksimalkan penggunaan lahan yang tersedia, bahkan yang mungkin sebelumnya dianggap tidak layak untuk pengembangan rumah subsidi karena harganya,” kata Alfriedyus.

Lebih dari itu, ia juga menilai wacana ini akan mengurangi beban infrastruktur baru.

Sebab, pembangunan perumahan di pinggiran kota seringkali menuntut pembangunan infrastruktur baru yang mahal, seperti jalan, air, listrik, dan sebagainya.

Dengan mengarahkan subsidi ke dalam kota, kata dia, pengembang dapat memanfaatkan infrastruktur yang sudah ada, sehingga mengurangi biaya tambahan bagi pemerintah dan pengembang.

“Singkatnya, dengan fokus pada efisiensi biaya pembangunan dan harga tanah, kita bisa mewujudkan lebih banyak rumah subsidi di lokasi yang lebih strategis, yaitu di dalam kota, sehingga memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan optimalisasi anggaran pemerintah,” kata Alfriedyus. (*)

Berita Terkini