TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU - Direktur RSUD Batara Guru Kota Belopa, dr Daud Mustakim, memastikan proses pengadaan obat di rumah sakit yang dipimpinnya berjalan lancar dan tanpa kendala.
Ia menjelaskan, pengadaan dilakukan setiap bulan melalui sistem e-katalog.
“Kami menggunakan e-katalog versi 5 karena versi 6 yang sempat dicoba belum berjalan optimal. Alhamdulillah, kami tidak mengalami kendala sejauh ini,” ujar dr Daud saat diwawancarai pada Kamis (29/5/2025).
Diketahui, barang dan jasa pada katalog versi 5 yang telah ditertibkan surat pesanan sebelum 20 Maret 2025 tetap dapat dilanjutkan.
Lebih lanjut, dr Daud menegaskan, pembelian obat-obatan untuk kebutuhan rumah sakit dilakukan setiap bulan.
Dirinya tidak melakukan intervensi dalam proses pengadaan.
“Saya tidak tahu secara teknis, karena ada tim yang menangani. Pengadaan dilakukan sesuai kebutuhan, dan saya tidak campur tangan,” tegasnya.
Saat berita ini diturunkan, Kepala Dinas Kesehatan Luwu, dr Rosnawary belum memberikan keterangan.
Stok Obat-obatan di RS Pemprov Kurang
Sebelumnya diberitakan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan ( DPRD Sulsel ) menegur keras Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel.
Kali ini, Pemprov Sulsel mendapat kritikan akibat krisis obat-obatan melanda rumah sakit.
Salah satunya Rumah Sakit RS Labuang Baji Makassar.
RS tersebut merupakan salah satu Unit Pelayanan Teknis (UPT) Dinas Kesehatan (Dinkes) Pemprov Sulsel.
Anggota Komisi E DPRD Sulsel, Andi Patarai Amir, menyatakan dirinya melakukan inspeksi mendadak (sidak) di RS Labuang Baji, Rabu (28/5/2025) pagi.
Selama sidak, ada kekurangan stok obat di RS Pemprov Sulsel tersebut.
Andi Patarai Amir, menjelaskan pihaknya sebelumnya menerima informasi mengenai keterbatasan stok obat di RS Labuang Baji.
Setelah melakukan sidak, laporan tersebut terbukti benar adanya.
"Pagi tadi kami langsung melakukan sidak ke RS dan memang kenyataannya seperti itu. RS mengakui adanya keterlambatan distribusi obat akibat perubahan mekanisme yang terjadi," ungkap Patarai.
Pernyataan tersebut disampaikan usai Patarai menghadiri rapat Paripurna penyerahan hasil pemeriksaan (LHP) BPK atas LKPD Pemprov Sulsel Tahun Anggaran 2024 di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar.
Politisi Partai Golkar itu melanjutkan, dirinya rasa sangat bingung karena RS Labuang Baji merupakan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Di mana, RS tersebut seharusnya memiliki fleksibilitas anggaran untuk membeli obat secara langsung sesuai kebutuhan tanpa harus menunggu proses birokrasi panjang.
"Ini yang bikin bingung kami karena RS ini BLUD. BLUD kan bisa langsung menggunakan uangnya, sehingga anggaran fleksibel, bisa setiap saat beli obat," kata Patarai.
"Tapi kenyataannya sekarang RS harus melalui mekanisme yang berbelit, harus ke Bappeda, ke keuangan, ke barang dan jasa. Hal ini menyebabkan keterlambatan pasokan obat-obatan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Andi Patarai menuturkan bahwa RS Labuang Baji sendiri mengakui adanya perubahan sistem.
Terlebih perubahan mekanisme pengadaan obat yang kini harus melalui sejumlah tahapan birokrasi baru dari Pemprov Sulsel.
"Mereka (RS) minta waktu satu sampai dua bulan untuk menyesuaikan dengan kebijakan baru supaya bisa mengikuti irama kebijakan yang sekarang,” kata Andi Patarai.
Menurutnya, akibat perubahan kebijakan ini, pelayanan kesehatan di RS Labuang Baji menurun.
Beberapa jenis obat habis dan kebutuhan operasi seperti benang pun sulit didapatkan.
"Dampaknya pasti terjadi penurunan pelayanan, tidak ada obat, mau operasi saja susah karena benangnya sulit didapatkan. Beberapa jenis obat benar-benar habis,” tutup Patarai.
Olehnya, DPRD Sulsel mendesak Pemprov segera memperbaiki mekanisme pengadaan obat agar pelayanan rumah sakit tidak terganggu dan kebutuhan pasien terpenuhi dengan baik.
Tribun masih berusaha untuk konfirmasi ke Dinas Kesehatan Pemprov Sulsel. (*)
Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Sauki Maulana